Puluhan buruh PT Duta Palma Group tak kuasa menahan tangis saat menjenguk kawan seperjuangan mereka, Mulyanto, di depan Rumah Tahanan Kelas II A Pontianak. Dari luar pagar Rutan, mereka menyemangati Mulyanto yang mendekam di balik jeruji besi karena menuntut PT Duta Palma Group untuk memenuhi hak para buruhnya.
Berdasarkan unggahan video di akun Instagram @lbhkalbar, momen itu terjadi usai para buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Sambas Bengkayang (ABSB) menggelar aksi solidaritas menuntut penangguhan penahanan Mulyanto di Kejaksaan Negeri (Kejari) Pontianak, Jumat, 15 Maret 2024. Para buruh menyempatkan diri menjenguk kawan mereka, untuk pertama kalinya, setelah ditahan selama 122 hari.
Untuk diketahui, nama Mulyanto mengemuka di pemberitaan media massa sejak pertengahan November 2023 lalu. Saat itu, Koko bin Asua, sapaannya, ditangkap oleh aparat Polda Kalimantan Barat. Ia ditangkap pada 14 November 202, sekira pukul 06.55 WIB, saat sedang mengantar anaknya ke sekolah di Kecamatan Sejangkung, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.
Keesokan harinya, Mulyanto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana penghasutan dan atau di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan, menyimpan, membawa, atau mempergunakan senjata api.
Ia disangkakan menggunakan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 170 ayat (1) tentang perusakan, dan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Penggunaan Senjata Api dengan ancaman hukuman maksimal, yaitu hukuman mati.
Penangkapan Mulyanto ini didasarkan pada peristiwa 19 Agustus 2023, yakni ketika ia menjadi koordinator aksi mogok kerja dan aksi damai yang dilakukan oleh buruh PT Duta Palma Group Sambas-Bengkayang.
Mereka menuntut agar pihak perusahaan memenuhi hak-hak normatif ribuan buruhnya di puluhan anak perusahaan PT Duta Palma di Kabupaten Sambas dan Kabupaten Bengkayang.
Dilansir dari siaran pers ABSB dan Lembaga Bantuan Hukum Kalimantan Barat (LBH Kalbar) yang diedarkan pada 15 Maret 2024, hak-hak buruh seperti pemotongan upah, jaminan kesehatan, pesangon, dan premi, tidak dipenuhi oleh PT Duta Palma Group selama 17 tahun hingga saat ini.
Namun, aksi damai yang digelar di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Wirata III, Desa Sinar Baru, Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang pada 19 Agustus 2023 tersebut, justru dibubarkan secara paksa oleh aparat kepolisian menggunakan peluru karet dan gas air mata.
Menurut sumber yang sama, saat itu buruh melakukan aksinya secara damai dan tertib di wilayah perusahaan. Namun, ketika massa aksi dibubarkan secara paksa, situasi aksi menjadi tidak terkendali. Massa pun berusaha mempertahankan diri mereka dan mengevakuasi buruh perempuan serta anak-anak.
Mediasi Buntu, Buruh PT Duta Palma Group Lakukan Mogok Kerja
PT Duta Palma Group sendiri merupakan perusahaan industri kelapa sawit milik Surya Darmadi, terpidana kasus korupsi yang divonis hukuman penjara selama 16 tahun dan denda Rp2 triliun oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Dalam sidang pembacaan vonis pada 23 Februari 2023, Surya Darmadi dinyatakan terbukti telah merugikan keuangan negara sebesar Rp73,9 triliun.
Perusahaan milik Surya Darmadi itu diketahui menaungi 37 anak perusahaan yang tersebar di Kalbar. Namun, dalam menjalankan bisnisnya, puluhan anak perusahaan PT Duta Palma Grup itu disebut memiliki masalah terkait hak-hak perburuhan. Hal itu diungkapkan oleh Asisten Pengabdi Bantuan Hukum (APBH) Bagian Advokasi LBH Kalbar Ihsan Mahdi.
“Anak perusahaannya ini kurang lebih ada 37 anak perusahaan yang ada di Kalbar. Masing-masing [anak perusahaan] ini sebenarnya punya problem terkait hak-hak [perburuhan] yang memang tidak terpenuhi,” ujar Ihsan saat dihubungi.
Dari 37 anak perusahaan itu, buruh di PT Wana Hijau Semesta (WHS) II dan PT Kalimantan Mitra Persada (KMP) aktif mengajukan upaya perundingan bipartit di tingkat perusahaan sejak Maret 2022.
Namun, upaya bipartit yang dilakukan tidak pernah menemui titik terang. Sehingga, para buruh melanjutkan upaya mediasi ke tingkat tripartit melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sambas.
“Di tingkat perusahaan sudah pernah bipartit. Tapi, kemudian teman-teman selalu menemukan jalan buntu dengan pihak perusahaan. Karena pihak perusahaan itu seringkali, bisa dikatakan, berkelit atau hanya mengiming-imingi tapi pada akhirnya tidak direalisasi,” terang Ihsan.
Berdasarkan kronologi kasus kriminalisasi Mulyanto yang disusun oleh LBH Kalbar, upaya mediasi dilakukan oleh buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Pejuang Lintas Khatulistiwa (SP Pelikha) Kabupaten Sambas bersama perangkat organisasi di tingkat Dewan Pimpinan Cabang (DPC).
Tercatat, pihak Disnakertrans Kabupaten Sambas sudah empat kali melakukan panggilan kepada pihak PT Duta Palma Grup Kabupaten Sambas yang diwakili oleh PT WHS. Namun, pihak perusahaan mangkir dari empat panggilan tersebut.
Selanjutnya pada 4 April 2023, Disnakertrans Kabupaten Sambas pun menerbitkan risalah perundingan berdasarkan pertemuan antara perwakilan pihak PT WHS dengan empat perwakilan SP Pelikha Kabupaten Sambas. Namun, hasil perundingan yang juga dihadiri oleh Mulyanto itu rupanya tetap tidak mencapai kesepakatan.
“Mengingat bahwa Disnakertrans Kabupaten Sambas sudah melakukan panggilan sebanyak empat kali namun tidak direspon secara positif oleh pihak perusahaan [PT Duta Palma Group], maka berkenaan dengan hal tersebut di atas, Disnakertrans Kabupaten Sambas secepatnya akan menghubungi Pengawas Ketenagakerjaan Disnakertrans Provinsi Kalbar, agar melakukan upaya penindakan terhadap Indikasi pelanggaran norma ketenagakerjaan oleh pihak perusahaan,” demikian dikutip dari draf kronologis kasus kriminalisasi Mulyanto, Selasa (30/4/2024).
Gagalnya upaya mediasi tersebut membuat DPC SP Pelikha Kabupaten Sambas menyerukan kepada seluruh PUK SP Pelikha Duta Palma Group Kabupaten Sambas dan Bengkayang untuk melakukan mogok kerja sekaligus aksi damai pada 22 Mei 2023.
“Aksi damai pertama yang dilaksanakan pada 23 Mei 2023, bertempat di Kantor Besar Ledo Kabupaten Bengkayang, tidak ada kesepakatan dan pelaksanaan mogok damai atau mogok kerja berjalan dengan aman dan tertib,” bunyi draf kronologi tersebut.
Menanggapi aksi tersebut, pada 12 Juni 2023, pihak Disnakertrans Kabupaten Sambas menggelar mediasi antara pihak buruh dengan perusahaan. Lagi-lagi, pihak PT Duta Palma Group tidak mengindahkan mediasi tersebut. Atas dasar itu, maka para buruh berencana kembali melakukan mogok kerja dan aksi damai pada 21-22 Juni 2023.
Alih-alih mendengarkan tuntutan para buruh, pada 16 Juni 2023, pihak manajemen PT Duta Palma Group Kabupaten Sambas justru menyatakan, bahwa tindakan mogok kerja yang dilakukan oleh buruh dianggap tidak sah dan dinyatakan mangkir dari pekerjaannya.
Padahal, bila merujuk pada Pasal 137 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, ditegaskan, bahwa mogok kerja di Indonesia merupakan hak dasar buruh dan serikat buruh yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.
“Berdasarkan surat yang ditandatangani Budi Hantoro, Manager HR dan GA PT Duta Palma Grup Sambas mengeluarkan surat yang ditujukan kepada pimpinan unit kebun dan pabrik agar dapat mensosialisasikan kepada seluruh buruh terutama yang berada di area kabupaten Sambas, dengan menyatakan bahwa tindakan mogok kerja yang dilakukan oleh buruh PT Duta Palma Grup Sambas, tidak sah dan mengandung konsekuensi mangkir,” tulis LBH Kalbar.
Meski begitu, ancaman sanksi yang diupayakan oleh pihak perusahaan tidak membuat para buruh mengurungkan niatnya. Sehingga, mogok kerja dan aksi damai pun tetap dilaksanakan pada 21-22 Juni 2023.
Pascaaksi mogok kedua itu, Disnakertrans Kabupaten Sambas, kembali memanggil pihak PT Duta Palma Group untuk menyelesaikan masalah perburuhan di perusahaannya. Namun, hingga 3 Juli 2023, pihak perusahaan masih ogah memenuhi panggilan tersebut.
Alhasil, buruh pun melakukan aksi mogok kerja untuk yang ketiga kalinya pada 1 Agustus 2023. Kali ini, para buruh bertekad menggelar aksi tanpa batasan waktu tertentu, hingga tuntutan mereka dipenuhi oleh perusahaan.
Bentrokan 19 Agustus 2023 dan Penangkapan Mulyanto
Meskipun bertajuk aksi damai, peserta aksi ternyata kerap mendapatkan intimidasi, ancaman, bahkan teror. Ihsan mengungkapkan, para buruh yang terlibat mogok kerja ini kerap mendapatkan intimidasi dari preman-preman yang diduga dikerahkan oleh pihak perusahaan. Bahkan, kata Ihsan, perusahaan turut melibatkan tokoh adat untuk mengancam para buruh.
“Di bulan Agustus, itu banyak sekali dari hari pertama [1 Agustus] sampai hari terakhir [19 Agustus], baik ancaman, intimidasi, lalu kemudian preman-preman yang diduga diturunkan oleh pihak perusahaan untuk melemahkan pergerakan teman-teman ini. Ancaman-ancaman yang mengarah pada menakut-nakuti secara pidana dan sebagainya itu sudah seringkali kepada teman-teman [buruh],” tutur Ihsan.
“Bahkan, beberapa teman-teman itu pernah mendapat ancaman serius, ingin diculik, atau kemudian yang paling parah itu tokohnya itu [Mulyanto] diintimidasi oleh salah satu tokoh adat yang merasa punya kewenangan terhadap wilayah itu. Pernah mereka diancam dihargai kepalanya berapa. Pokoknya teror-teror semacam itu selalu ada,” lanjutnya.
Intimidasi tersebut akhirnya semakin menjadi. Pada 19 Agustus atau pada hari ke-19 aksi mogok kerja dilaksanakan, petaka menimpa para buruh yang saat itu sedang melakukan aksi damai di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Wirata III, Desa Sinar Baru, Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang. Peserta aksi yang berjumlah sekitar 200 orang itu didatangi oleh Kapolres Bengkayang beserta para personel Brimob dan pasukan khusus penembak gas air mata.
“Melihat kedatangan pasukan Polisi, Sdr. Mulyanto mengoordinir agar massa aksi masuk ke dalam wilayah PKS dan menutup gerbang atau pagar untuk menghindari hal-hal buruk termasuk potensi bentrokan,” tulis LBH Kalbar.
Saat itu, sempat terjadi dialog antara massa aksi dengan pihak kepolisian. Massa aksi menyatakan tidak akan membubarkan diri sebelum tuntutan mereka dipenuhi oleh pihak PT Duta Palma. Namun, pada pukul 17.00 WIB, barisan pasukan polisi mulai menembakkan gas air mata dan peluru karet ke arah massa aksi yang berada di dalam pagar kompleks PKS PT Wirata III.
“Akibat tembakan gas air mata serta tembakan peluru karet dari pihak kepolisian ke arah masa aksi, membuat panik seluruh massa aksi, sehingga massa berhamburan tidak terkendali, yang mana sebagian berupaya berlindung dan melindungi massa aksi lainnya yaitu peserta perempuan maupun anak,” tulis LBH Kalbar.
“Sebagian lainnya berupaya mempertahankan diri dengan melemparkan barang-barang yang berada dalam jangkauan mereka ke arah pihak kepolisian, demi menghalau serangan brutal dari Kepolisian,” lanjutnya.
Di tengah situasi tersebut, massa aksi pun bergerak maju dan melakukan perlawanan ke pihak kepolisian. Para personil kepolisian pun lari mundur serta meninggalkan kendaraan-kendaraan dan barang-barang mereka di lokasi kejadian.
Beberapa hari setelah kejadian itu, para buruh melakukan serah terima barang bukti yang ditinggalkan aparat kepolisian di lokasi kejadian.
“Di tanggal 22 Agustus itu, serah terima barang bukti yang dikumpulkan oleh teman-teman buruh pasca peristiwa 19 Agustus. Tapi kemudian ada beberapa alat bukti lain yang juga hilang. Lalu yang diserahkan itu satu buah tas yang di dalamnya ada KTA atas nama Gideon, satu buah senjata airsoftgun, satu buah kunci mobil, enam butir peluru,” ujar Ihsan.
Tak berhenti sampai di situ, dua bulan setelah peristiwa 19 Agustus tersebut, tepatnya pada 14 November 2023, Mulyanto ditangkap secara paksa oleh aparat Polda Kalbar. Keesokan harinya, Mulyanto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penghasutan, kekerasan, dan penggunaan senjata api.
Berdasarkan berkas yang diterima LBH Kalbar dari pihak Kejari Pontianak, Ihsan mengatakan bahwa laporan terhadap Mulyanto diajukan oleh pihak kepolisian kepada polisi. Ia juga menduga pelapor pidana tersebut, karena aparat kepolisian merasa dirugikan atas bentrokan yang terjadi pada 19 Agustus 2023.
“Dari berkas yang kita terima dari pihak Kejaksaan bahwa laporannya itu tipe A, yang mana setahu kami, tipe A itu laporan dari pihak kepolisian kepada polisi. Artinya yang melaporkan itu, bahwa pihak kepolisian yang merasa dirugikan dari peristiwa 19 Agustus itu,” terangnya.
Saat ini, Mulyanto tengah menjalani proses persidangan di PN Pontianak. Ia didakwa melanggar Pasal 160 KUHP dan 170 KUHP juncto Pasal 2 ayat 1 UU nomor 12 KUHP 1951. Jaksa menilai Mulyanto telah melakukan penghasutan dan mengajak massa melakukan aksi kekerasan pada peristiwa 19 Agustus 2023.
Namun, dakwaan itu dibantah oleh tim kuasa hukum Mulyanto. Dalam eksepsinya, kuasa hukum Mulyanto menyatakan dakwaan jaksa cacat formil, di antaranya tempat kejadian peristiwa pidana atau locus delicti yang keliru, Mulyanto tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana, karena aktivitasnya sebagai pembela HAM, serta persidangan yang tidak menghadirkan Mulyanto secara langsung.
Sebab, sejak sidang pertama pada 25 Maret hingga sidang putusan sela pada 23 April 2024 lalu, Mulyanto diketahui hanya dihadirkan secara virtual di dalam persidangan.
“Kami mengajukan keberatan, jika Mulyanto dihadirkan secara online. Lagipula, memang di KUHP, di tahap pembacaan surat dakwaan, terdakwa itu harus dihadirkan secara offline,” tegas Ihsan.
Kendati demikian, majelis hakim PN Pontianak menolak eksepsi Mulyanto dalam sidang putusan sela. Dengan begitu, proses persidangan kasus Mulyanto tetap dilanjutkan.