Puluhan buruh ojek daring atau online (buruh-ojol) Banten menggelar diskusi dengan perwakilan BPJS Kesehatan Cabang Serang dan Jamkeswatch. Dalam diskusi ini, buruh-ojol mengungkapkan berbagai permasalahan terkait perubahan status kepesertaan BPJS menjadi BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Adapun diskusi ini diselenggarakan oleh Serikat Pengemudi Angkutan Roda Dua (Serdadu), aliansi Driver Online Banten Bergerak (Dobbrak) dan Serikat Pengemudi Transportasi Indonesia (Sepeta). Acara bertajuk “Tanya Jawab Seputar BPJS-PBI Khusus Ojol” ini digelar di Sekretariat Serdadu, Kota Serang, Selasa (29/10/2024).
Turut hadir dalam acara ini di antaranya Kepala Bagian Kepesertaan BPJS Kesehatan Cabang Serang Agung Adhi Putra dan Pengurus Dewan Pimpinan Nasional Jamkeswatch Aden Artha Jaya. Audiensi ini berlangsung cukup lama, yakni sejak pukul 13.30 WIB sampai sekitar pukul 17.00 WIB.
Ketua Aliansi Dobbrak Agustian mengatakan, acara diskusi ini merupakan tindak lanjut dari tuntutan aksi demonstrasi yang diselenggarakan pada Senin (29/8/2024) dan Sabtu (19/9/2024) lalu.
Usai tuntutan mengenai BPJS-PBI khusus buruh ojol diterima Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten, banyak ditemukan masalah-masalah di lapangan. Menurutnya, hal ini menjadi kekhawatiran sendiri bagi aliansi Dobbrak dan Serdadu.
“Karena emang banyak komplain di lapangan perihal pertanyaan-pertanyaan dari temen-temen (buruh ojol),” kata Agustian.
Ia menuturkan, salah satu masalah yang dialami buruh ojol setelah status kepesertaan BPJS-nya menjadi BPJS-PBI yakni terkait dengan Fasilitas Kesehatan (Faskes) di kepesertaan BPJS sebelumnya, serta tidak terdaftarnya salah satu anggota keluarga mereka.
“Makanya diadakan lah diskusi yang menghadirkan (perwakilan) BPJS Kesehatan agar teman-teman ojol bisa menanyakan langsung pada pihak yang terkait,” lanjut Agustian.
Sementara itu, Ketua Umum Serdadu Dodi mengatakan rata-rata masalah yang dialami para buruh ojol yakni terkait akses informasi. Pasalnya, kata Dodi, muncul berbagai perubahan terkait administrasi yang tidak banyak diketahui oleh buruh ojol selaku peserta BPJS-PBI.
“Intinya sebenernya banyak ketidaktahuan. Kurang informasi. Banyaknya soal itu. Jadi, begitu didaftarkan ke PBI, banyak timbul pertanyaan akhirnya. Karena ketidaktahuan tadi,” ujar Dodi.
Kepala Bagian Kepesertaan BPJS Kesehatan Cabang Serang Agung Adhi Putra Agung menilai sebagian besar masalah yang dihadapi buruh ojol ialah terkait status kepesertaan dan iuran yang berlangsung di kepesertaan sebelumnya.
“Teman-teman Ojol di sini banyak kendala terkait iuran dan status kepesertaan. Karena banyak yang menjadi kepesertaan mandiri sebelumnya [sebelum mengajukan PBI], kemudian ada juga PBI yang non-aktif. Kepesertaan itu yang menjadi akses awal untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Jadi itu kendala-kendalanya,” ujarnya.
Untuk mengatasi itu, Agung menjelaskan bahwa kepesertaan aktif dari penerima BPJS, baik itu PBI, Mandiri dan Perusahaan, menjadi hal yang penting untuk dilakukan.
“Dan sekarang juga, dengan Pemprov, dengan Pemda Kabupaten/Kota, itu Kita fokus ke keaktifan keanggotaan peserta. Jadi keaktifan peserta itu yang menjadi fokus,” ujarnya.
Status Kemitraan Biang Masalah
Di sisi lain, Aden selaku perwakilan Jamkeswatch mengatakan, status kemitraan antara buruh-ojol dan perusahaan aplikasi jadi penyebab utama masalah yang terjadi.
“Sebenernya poin pentingnya untuk kawan-kawan Ojol ini adalah karena mereka ini adalah sifatnya pekerja bukan punya upah, yang mana dari statusnya juga dengan pihak penyedia jasa itu,” ujarnya.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Aden mengusulkan agar dibuatnya suatu kebijakan soal status ojol sebagai buruh yang dijamin hak-haknya.
“Supaya temen-temen ojol ini, yang memang terlibat untuk, kita katakanlah dia yang mencari uang di jalanan, mereka harus mendapatkan upah tetap dan jaminan sosial, baik TK [Ketenagakerjaan] maupun kesehatan,” ujarnya.
Selain itu, Aden juga menilai negara tidak menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada para buruh-ojol. Padahal, pada Pasal 1 ayat 4 dalam undang-undang itu, pemberian jaminan kesehatan bahkan diberikan untuk orang asing yang telah bekerja selama 6 bulan di Indonesia.
“Apalagi ini (buruh-ojol), mereka bekerja, terhadap penyedia jasa, tiba-tiba mereka enggak diperhatikan jaminan kesehatannya. Di mana peran negara di sana? Enggak bisa begitu,” tambah Aden.
Pemerataan informasi mengenai kepesertaan BPJS-PBI jadi masalah yang mendasar bagi buruh-ojol. Setiap perwakilan yang hadir pada diskusi ini, akan menyampaikan informasi terkait pada setiap wilayah masing-masing.
“Nanti bagian-bagian dari perwakilan yang (hadir) ini, akan menjelaskan ke orang-orang yang enggak tahu di wilayahnya. Saya sendiri (ojol) dari Kabupaten Serang nih, berarti kalo ada teman-teman (Kabupaten Serang) yang nanya, saya bisa menjelaskan,” ujar Julay, salah-satu peserta perwakilan buruh-ojol wilayah Kabupaten Serang.
Sebagai tindak lanjut dari acara diskusi ini, Agustian menjamin bahwa masalah-masalah terkait administrasi BPJS yang melibatkan pihak Rumah Sakit dengan penerima bantuan, akan langsung disalurkan ke pihak BPJS setempat.
“Karena kita sudah dikasih mandat oleh pihak BPJS Kesehatan, sudah dikasih nomor kontaknya. Ketika ada permasalahan terkait (BPJS Kesehatan), langsung kontak saja,” jelasnya.