Sejumlah organisasi dan serikat buruh yang tergabung dalam Jaringan Anti-SLAPP (JAS) menuntut Fiber Cement Manufacturers Association (FICMA) untuk menghentikan upaya pembungkaman terhadap tiga aktivis Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), yakni Ajat Sudrajat, Leo Yoga Prananata, dan Dhiccy Sandewa.
JAS menilai FICMA telah melakukan upaya pembungkaman dengan menggugat ketiga aktivis tersebut atas dugaan perbuatan melawan hukum. Gugatan ini diajukan FICMA usai Ajat dkk memenangkan permohonan uji materiil atas Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 25 Tahun 2021 di Mahkamah Agung (MA). Melalui putusan ini, produk yang mengandung asbes putih atau krisotil pun disetujui untuk diberi label B3 sebagai material yang berbahaya.
“Dengan menggugat lembaga perlindungan konsumen, para aktivis, termasuk lembaga kementerian negara, FICMA telah menunjukan dirinya merasa di atas konstitusi dan Undang-Undang yang disepakati bersama,” tulis JAS dalam siaran persnya, diterima Senin (15/9/25).
Menurut JAS, gugatan FICMA ini merupakan bentuk kriminalisasi dan pembungkaman warga melalui praktik Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP) yang dilakukan oleh kalangan industri.
“Negara tidak boleh abai terhadap SLAPP yang dilakukan oleh industri yang berorientasi uang, agar negara tidak menjadi pelanggar HAM yang terus terjadi di era industri saat ini dan ke depan,” tegas JAS.
Selain itu, JAS menilai gugatan FICMA terhadap Ajat dkk merupakan ekspresi kepongahan, keangkuhan, kesombongan adikuasa dan penodaan terhadap konstitusi.
“Industri asbes (FICMA, red) merasa dirinya berada di atas negara dengan menggugat putusan Mahkamah Agung yang menetapkan bahwa semua jenis asbes lembaran yang diproduksinya harus memiliki label peringatan risiko,” tulis JAS.
Atas kondisi tersebut, JAS menyuarakan 7 tuntutan, di antaranya:
- Menuntut Kementerian Perdagangan segera mengeluarkan peraturan pengganti atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penetapan Barang Yang Wajib Menggunakan Atau Melengkapi Label Berbahasa Indonesia. Tetapkan semua barang mengandung asbes beresiko bagi kesehatan dan perlu label yang jelas, tegas, disertai cara menghindari risiko.
- Meminta Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak seluruhnya gugatan yang diajukan oleh FICMA kepada LPKSM Yasa Nata Budi, Yayasan Yasa Nata Budi, Leo Yoga Prananata, Dhiccy Sandewa, Ajat Sudrajat, Inaban dan Kementerian Perdagangan.
- Menuntut pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan kementerian terkait lainnya seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup, dan lembaga terkait lainnya melakukan perlawanan terhadap FICMA. Sekaligus membuat aturan yang tegas untuk secara bertahap meninggalkan penggunaan asbes yang beresiko terhadap kesehatan warga.
- Menuntut FICMA untuk menghentikan upaya pembungkaman warga dengan mengajukan gugatan dan tuntutan hukum lainnya.
- FICMA harus mendaftarkan pekerja dan para konsumen atap asbes yang beresiko menderita penyakit akibat asbes dan bertanggung jawab terhadap setiap keluhan penyakit akibat asbes yang diderita oleh pekerja dan warga pengguna.
- Menuntut pemerintah untuk menagih transparansi penggunaan bahan baku asbes jenis krisotil yang masih digunakan oleh FICMA dan Industri lainnya. Debu asbes tidak boleh bebas berkeliaran di udara, mengalir, dan ditumpuk di lokasi yang membahayakan warga.
- Menuntut pemerintah segera membuat peraturan yang menjadi standar prilaku industri yang menghormati, mempromosikan, dan memenuhi HAM.
Tiga aktivis K3 yaitu Ajat Sudrajat, Leo Yoga Prananata, dan Dhiccy Sandewa sebelumnya mengajukan permohonan gugatan uji materiil ke MA pada 27 Desember 2023. Mereka menggugat Permendag Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penetapan Barang yang Wajib Menggunakan atau Melengkapi Label Berbahasa Indonesia lampiran huruf B angka 5.
Para penggugat menginginkan agar lampiran itu juga dapat melengkapi aturannya dengan menambahkan label simbol berbahaya serta cara penggunaannya pada barang yang mengandung asbes putih atau krisotil yang beredar di masyarakat.
Dalam gugatannya, para penggugat menyebutkan berbagai penyakit berbahaya yang dapat ditimbulkan paparan material asbestos, seperti mesothelioma, kanker paru, asbestosis, plak pleura, dan penebalan pleura.
Kemudian pada 19 Maret 2024, MA mengabulkan gugatan uji materiil tersebut. Namun, empat bulan setelah putusan MA tersebut, FICMA lewat Victory Law Firm menggugat tujuh pihak secara perdata atas dugaan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada 17 Juli 2024.
Dalam dokumen gugatan FICMA yang diterima Diakronik.com, beberapa hal pokok dalam gugatan tersebut menerangkan bahwa pihak tergugat, yang sebelumnya telah melakukan gugatan uji materiil ke MA, tidak mematuhi berbagai asas hukum yang berlaku serta memberikan pendiskreditan kepada material asbes putih atau krisotil sebagai barang berbahaya.
Selain itu, menurut FICMA, asbes putih tidak termasuk ke dalam barang berbahaya jika merujuk pada Konvensi Rotterdam yang telah diratifikasi Indonesia lewat UU Nomor 13 Tahun 2013.
Namun, jika merujuk pada laporan World Health Organization (WHO) pada 27 September 2024, ditegaskan bahwa semua jenis asbestos, termasuk asbes putih atau krisotil, merupakan bahan karsinogenik atau penyebab kanker. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia itu, lebih dari 200 ribu buruh yang meninggal dunia setiap tahunnya akibat terpapar serat debu asbestos.
“Asbes adalah sekelompok serat mineral yang memiliki penggunaan komersial yang luas, baik saat ini maupun di masa lalu, namun dapat menyebabkan kematian dan gangguan kesehatan serius pada pekerja dan orang lain yang terpapar serat ini (lebih dari 200.000 kematian di seluruh dunia setiap tahunnya, disertai dengan beban kesehatan yang besar),” tulis WHO dalam laman resminya, who.int, dikutip Rabu (17/9/2025).