Saya baru membaca sebuah fiksi ilmiah yang menarik dan inovatif. Karya Ursula Kroeber Le Guin yang berjudul The Left Hand of Darkness (1969).
Karya tersebut menceritakan seorang utusan manusia bernama Genly Ai yang datang ke planet dingin bernama Gethen untuk mengajak penduduknya bergabung dengan aliansi antarplanet.
Tetapi, planet yang dingin itu adalah sebuah dunia asing yang penduduknya menghabiskan sebagian besar waktu mereka tanpa gender. Mereka tidak memiliki jenis kelamin tetap dan hanya menjadi jantan atau betina saat masa reproduksi, yang disebut kemer.
Kemer adalah fase periodik dalam siklus seksual makhluk Gethenian—penduduk planet Gethen—di mana mereka menjadi seksual aktif, dan pada saat itu tubuh mereka menentukan apakah mereka akan berperan sebagai jantan atau betina dalam pembuahan, yang dalam konteks gender jantan umumnya laki-laki dan betina adalah perempuan.
Dalam usahanya membangun kepercayaan dan menjalin diplomasi, Genly Ai harus menghadapi kesalahpahaman budaya, pengkhianatan politik, dan keterasingan pribadi. Satu-satunya orang yang percaya padanya adalah Estravan, seorang mantan pejabat yang dibuang karena pengkhianatan yang justru berakar pada niat baik.
Perjalanan mereka melintasi bentangan es Gethen menjadi lebih dari sekadar misi politik—itu jadi ujian tentang kepercayaan dan upaya sang karakter dalam identitas di luar biner gender dalam lingkup kemanusiaan. Namun untuk melakukannya, ia harus menjembatani jurang antara pandangannya sendiri dan pandangan dari budaya yang sama sekali berbeda dari yang ditemuinya.
Bagi sebagian pembaca, mungkin cerita ini tampak sebuah fiksi ilmiah pada umumnya. Tetapi setelah saya membacanya lebih jauh, saya berasumsi bahwa ini cara Ursula mereformasi dunia berdasarkan kisah-kisah dominan yang hingga hari ini berkembang dan disepakati.
Pada kajian antropologinya, masyarakat adat di berbagai belahan dunia yang secara historis mengakui identitas non-biner atau gender di luar laki-laki/perempuan. Sebelum pengaruh kolonialisme Barat yang memperkenalkan biner gender ketat, banyak budaya memiliki sistem yang jauh lebih fleksibel dan menghormati keragaman identitas.
Contohnya, Two-Spirit yang menjadi istilah modern dan dipakai oleh banyak suku asli di Amerika Utara, seperti Navajo, Lakota, dan Zuni, untuk menggambarkan orang yang memiliki roh laki-laki dan perempuan dalam satu tubuh.
Cerita tersebut terkenal dari berbagai sastra lisan Amerika Utara yang populer pada 1849-1896 dalam peradaban suku Zuni berjudul We’wha. Bercerita tentang seorang Lhamana, sebutan lokal untuk orang berdarah laki-laki yang menjalankan peran sosial dan spiritual perempuan, yang berprofesi sebagai penenun, pemimpin spiritual, dan pernah dikirim ke Washington D.C. sebagai duta budaya mewakili sukunya.
Dalam The Left Hand of Darkness, Ursula tidak sepenuhnya meniadakan konsep gender, melainkan merancang sebuah eksperimen sosial-fiksi yang radikal; sebuah dunia di mana identitas gender bersifat tidak tetap dan tidak menjadi fondasi bagi tatanan sosial.
Dari premis itu, berkembang berbagai teori interpretatif yang banyak dibahas dalam studi sastra dan teori queer, khususnya yang berkaitan dengan gagasan tentang penghilangan gender sebagai struktur dominan.
Ursula, dalam hal ini, tidak hanya menentang normalitas dominan, tetapi menciptakan alternatif baru bagaimana seseorang yang ‘merasa’ terpinggirkan oleh sosial masyarakat dapat merasakan imajinasi yang ideal bagi mereka sendiri.
Dalam cerita tersebut, ada serpihan kisah yang berbicara tentang ambiseksualitas sebagai Strategi Penghapusan Gender Baku. Ursula membayangkan ras manusia di planet Gethen sebagai:
- Tidak memiliki jenis kelamin tetap;
- Masuk ke keadaan seksual aktif (kemer) selama beberapa hari dalam satu bulan; dan
- Dalam kemer, mereka bisa menjadi laki-laki atau perempuan, tergantung pasangan dan situasi.
Ambiseksualitas adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang tertarik secara romantis dan/atau seksual kepada lebih dari satu jenis kelamin atau gender.
Berbeda dengan aseksual yang tidak memiliki keterkaitan seks, ambiseksualitas sering dianggap sinonim atau serupa dengan biseksualitas, tetapi bisa juga digunakan untuk menekankan aspek ketertarikan yang lebih seimbang atau tidak terbatas pada dua gender tradisional (pria dan wanita—tergantung preferensi individu).
Selama cerita berlangsung, sangat terlihat dampak bagaimana keputusan ambiseksualitas dibuat. Jadinya, tidak ada patriarki atau matriarki. Tidak ada peran gender seperti yang kita kenal selama ini.
Ursula juga menekankan kebebasan bagi setiap penduduk Winter dalam hal keterbukaan terhadap perubahan identitas, keseimbangan antara maskulin dan feminin dalam satu tubuh, dan hubungan yang lebih dalam tanpa dominasi gender.
Semesta Queer dalam Fiksi Ilmiah
Banyak penulis fiksi ilmiah kontemporer—khususnya penulis queer, perempuan, atau dari Global South—menggunakan genre ini untuk mengeksplorasi identitas yang terpinggirkan, atau versi tubuh dan waktu yang tak linier.
Meski Ursula pernah pernah menerima kritik—bahkan dari feminis seperti Joanna Russ—tentang penggunaan kata ganti maskulin untuk karakter Androgini dalam The Left Hand of Darkness (1969). Dia mengakui kesalahan tersebut dan menggunakan edisi ulang untuk mempertimbangkan perubahan, tapi juga menyebut:
Jika ingin berfokus pada semesta queer yang lain, kurang lengkap rasanya jika tidak menambah karya penulis seperti Nnedi Okorafor yang berjudul Binti (2015). Penulisnya mencoba menggabungkan warisan Afrika dan kosmologi luar angkasa untuk membicarakan identitas diaspora.
Selanjutnya, cerita pendek karya Ted Chiang dengan judul Story of Your Life (1998) yang kemudian menjadi dasar film Arrival (2016). Di cerita tersebut, bahasa alien menciptakan struktur waktu non-linear—cara halus untuk membicarakan kehilangan dan memori.
Dalam film Arrival, memang tidak secara eksplisit queer dalam tokoh atau relasi seksualnya. Mengapa itu queer? Pertanyaan tersebut jadi dasar ilmiah mengapa film ini begitu penting dalam wacana pop-culture.
Banyak pembaca, penikmat film, dan kritikus mengidentifikasi aspek queer di tingkat struktur naratif, konsep waktu, dan pengalaman tubuh lewat narasi. Queer theory menantang gagasan alur normal hidup: lahir → tumbuh → menikah → beranak → mati.
Kesadaran alternatif, yang mereka jumpai lewat bahasa alien, menyatu dengan konsep queer yang memiliki arti; dunia tidak harus dibaca dengan gramatika dominan (biner, kronologis, normatif).
Banyak narasi queer dalam sejarah berisi cinta yang berlangsung di bawah ancaman kematian atau penolakan terhadap AIDS, pengusiran, keluarga yang memutus hubungan.
Lalu, pilihan Dr. Louise Blanks, yang diperankan Amy Adams, jadi representasi karena ia memilih untuk mengalami hidup di luar logika kepastian dan keamanan mencerminkan cara hidup queer yang menerima kehilangan, ambiguitas, dan kekuatan dalam ketidaknormalan.
Fiksi Ilmiah Sebagai Metafora
The Left Hand of Darkness memenangkan penghargaan Hugo Writers dan Nebula Awards untuk Novel Fiksi Ilmiah pada tahun 1969.
Adapun Ursula Kroeber Le Guin adalah putri A. L. Kroeber yang seorang Antropolog. Dan ibunya adalah penulis yang bernama Theodora Kroeber.
Ursula sendiri memiliki keluarga dan tinggal di Portland, Oregon. Tumbuh di lingkungan sastra dan intelektual, akhirnya tema-tema yang diangkat dalam semua cerita Ursula memiliki visi antropologi.
Itu terlihat jelas ketika kita membaca esai nya berjudul The Carrier Bag Theory of Fiction pada 1986:
Ursula, mempertanyakan, mengapa bahasa yang dituliskan di era sapiens/prasejarah selalu menggunakan bahasa yang maskulin. Dalam esai tersebut, Ursula menyebut jika:
Dalam esai tersebut, ia menggugat bahasa yang digunakan laki-laki dalam menceritakan kisah lewat lukisan di dinding goa dengan pendekatan patriarkal. Dari itu semua, ia bahkan menggugat pada kalimat selanjutnya tentang kisah penaklukan mammoth oleh para pria:
Di bab pendahuluan The Left Hand of Darkness, Ursula menuliskan:
Ursula secara jelas menekankan tujuan dari metafora fiksi ilmiah ialah:
- Menyampaikan gagasan kompleks;
- Mengeksplorasi pengalaman manusia; dan
- Mengkritik atau merefleksikan realitas sosial, politik, atau psikologis.
Syahdan, fiksi ilmiah adalah cara kita membayangkan (pembaca) dengan cara bercerita (penulis) tentang waktu, identitas, evolusi, kekuasaan, moral, dan alienasi.