Ratusan perempuan yang tergabung dalam Aliansi Perempuan Indonesia (API) menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (3/9/3025). Massa aksi yang kompak mengenakan pakaian berwarna pink ini mendesak Presiden Prabowo Subianto menghentikan segala kekerasan yang disebabkan oleh negara.
Pantauan Diakronik.com di lokasi pada pukul 12.55 WIB, massa aksi terlihat masih memadati gerbang utama gedung parlemen sejak pukul 10.00 WIB. Mereka membawa sejumlah poster yang berisi suara-suara protes, seperti “Hentikan kekerasan aparat” hingga “Hentikan kekerasan berulang negara terhadap perempuan dan rakyat Papua”.
Beberapa massa juga terlihat membawa atribut aksi seperti sapu lidi, kain pel, hingga lap serbet.
Meskipun sudah tidak ada lagi orasi di atas mobil komando, massa aksi terlihat masih berdatangan ke lokasi aksi.
Di bawah terik matahari, massa aksi memanfaatkan area depan Gedung DPR dengan permainan masa kecil, seperti lompat karet.
Afifah dari Perempuan Mahardhika yang juga bagian dari API, mengatakan aksi ini digelar untuk menyoroti dua isu utama, yaitu soal represivitas aparat dalam penanganan aksi demonstrasi dan pembungkaman warga sipil dengan tuduhan makar dan terorisme yang dinarasikan oleh negara.
“Selama rakyat melakukan protes, banyak banget yang menjadi korban sampai dibunuh. Bukan terbunuh, tapi dibunuh,” kata Afifah saat ditemui usai aksi di depan Gedung DPR, Jakarta Pusat.
Ia mengatakan, API menyoroti nihilnya fungsi melindungi rakyat yang selama ini digaungkan oleh Polri. Menurutnya, fungsi represif aparat kepolisian justru hadir di tengah-tengah kehidupan rakyat.
“Bahkan sampai penembakkan gas air mata itu sampai ke rumah-rumah warga. Itu aku menyaksikan sendiri pada saat beberapa kali turun aksi,” tuturnya.
Lebih lanjut, Afifah menyebut pemerintah telah melakukan framing terhadap rakyat yang menyuarakan protes dengan melabeli mereka sebagai aksi makar dan terorisme. Oleh karena itu, lanjutnya, API mengusung tagline ‘Protes Adalah Hak’ untuk menegaskan bahwa protes merupakan marwah dari demokrasi.

“Protes yang hadir kita tau banyak sekali mayoritas rakyat yang memang turun karena keresahan dan untuk menuntut, banyak akumulasi-akumulasi kemarahan karena ketidakadilan dari segi ekonomi, kekerasan terhadap perempuan, lingkungan, pajak, dan lain-lainnya. Itu semua adalah akumulasi,” jelasnya.
Dalam aksi hari ini, massa melakukan aksi simbolik dengan menyapu jalanan dengan sapu lidi. Afifah menyebut aksi simbolik ini untuk menunjukkan bahwa militerisme yang hadir melalui represivitas aparat harus disapu bersih oleh rakyat.
Massa aksi juga mengenang 10 korban tewas dalam gelombang protes yang terjadi selama sepekan terkahir. Massa melakukan doa bersama, tabur bunga, dan membubuhkan cap telapak tangan dengan cat di atas sebuah spanduk.
“Habis itu kita membacakan tuntutan di akhir,” terang Afifah.
Adapun enam tuntutan yang disuarakan Aliansi Perempuan Indonesia dalam aksi hari ini, yaitu pertama mendesak Presiden Prabowo untuk menghentikan segala bentuk kekerasan negara, termasuk menarik mundur TNI dan Polri.
Kedua, Presiden Prabowo, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, dan Panglima TNI Agus Subiyanto untuk segera menarik tentara yang di libatkan bersama kepolisian dalam penanganan keamanan ketertiban masyarakat.

Ketiga, API mendesak Kapolri Listyo Sigit untuk segera mundur dari jabatannya, serta menuntut kepolisian untuk membebaskan seluruh masyarakat yang ditangkap tanpa syarat.
Keempat, mendesak Presiden Prabowo untuk menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap rakyat, aktivis, jurnalis, dan pendamping hukum, serta membebaskan seluruh tahanan tanpa syarat.
Kelima, mendesak Prabowo untuk mengembalikan militer ke barak dan menghentikan segala bentuk keterlibatan TNI dalam urusan sipil.
Terakhir, mendesak pemerintah menjamin sepenuhnya hak konstitusional warga negara untuk berkumpul, berserikat, dan menyampaikan protes di muka umum tanpa intimidasi maupun kekerasan.