Perwakilan Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan Kanjuruhan (JSKK) Rizal menyerukan pentingnya merawat ingatan dan tidak melupakan Tragedi Kanjuruhan. Menurutnya, merawat ingatan akan mencegah kita mengulangi kejadian yang sama di kemudian hari.
Hal itu disampaikan Rizal dalam acara doa bersama memperingati 1.000 hari Tragedi Kanjuruhan di Pamitnya Meeting, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jumat (27/6/2025). Acara ini merupakan rangkaian kegiatan dari pameran bertajuk “1.000 Hari Kanjuruhan: Seharusnya Tak Lega Setiap Laga” yang berlangsung sejak Kamis (26/6/2025) sampai Minggu (29/6/2025).
“Karena dengan kita merawat ingatan, Tragedi Kanjuruhan ini tidak akan terjadi lagi di tahun-tahun ke depan, di masa-masa yang akan mendatang, untuk generasi-generasi kita selanjutnya,” kata Rizal saat sesi refleksi bersama keluarga korban Kanjuruhan.
Rizal menilai peringatan 1.000 hari Tragedi Kanjuruhan menjadi momentum yang sakral bagi korban dan keluarga korban. Pasalnya, peringatan itu menjadi penanda sejauh mana keadilan ditegakkan.
Di sisi lain, ia menyayangkan tindakan pemerintah yang hingga saat ini belum juga memberikan keadilan bagi korban dan keluarga korban. Pemerintah, kata Rizal, bahkan belum pernah menyatakan permintaan maaf secara resmi kepada mereka.
“Padahal, ini tragedi kemanusiaan yang sangat besar,” tegas Rizal yang juga salah satu korban selamat dalam Tragedi Kanjuruhan.
Lebih lanjut, ia merasa miris terhadap sikap pemerintah melalui tangan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang membebaskan dua terdakwa kepolisian dari proses hukum, yakni mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi dan mantan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto.
Majelis hakim PN Surabaya menilai gas air mata pasukan pengendali massa yang dipimpin oleh Bambang tak mencederai suporter karena asapnya hilang tertiup angin.

“Miris sih, yang disalahkan malah angin. Padahal gas air mata ini udah dilontarkan ke tribun, jadi ya angin ini seolah-olah jadi kambing hitam,” ujar Rizal.
Hakim Mahkamah Agung (MA) kemudian membatalkan vonis bebas AKP Bambang dan Kompol Wahyu. Di tingkat kasasi, AKP Bambang divonis 2 tahun penjara, sementara Kompol Wahyu divonis 2 tahun 6 bulan penjara.
Meski demikian, ia tetap khawatir pihak kepolisian akan berpotensi mengulangi hal yang sama. Hal itu didasari oleh peristiwa penembakan gas air mata yang kembali terjadi saat melerai kisruh dalam pertandingan BRI Liga 1 antara PSIS Semarang melawan Persis Solo di Stadion Jatidiri Semarang pada 17 Februari 2023.
Setelahnya, pengendalian massa dengan gas air mata juga masih ditemukan saat kepolisian melerai kisruh suporter dalam pertandingan antara Gresik United melawan Deltras Sidoarjo di Stadion Gelora Joko Samudra pada 19 November 2023.
Dengan begitu, ungkap Rizal, pihak kepolisian tidak akan pernah belajar dari Tragedi Kanjuruhan.
“Dalam artian, tindakan kepolisian itu sangat brutal, dan mereka tidak belajar dari kasus Kanjuruhan ini,” katanya.
Oleh karena itu, Rizal meminta pemerintah bertanggung jawab dan menyatakan permintaan maaf secara resmi kepada korban dan keluarga korban. Ia juga menuntut agar pihak kepolisian yang menjadi eksekutor penembakan gas air mata dihukum seberat-beratnya.
Sedangkan untuk pihak penyelenggara seperti PT Liga Indonesia Baru (LIB) dan PSSI, Rizal menuntut agar bertanggung jawab atas peristiwa kelam itu serta segera melakukan pembenahan total terhadap sepakbola di Indonesia.
“Supaya tragedi Kanjuruhan ini tidak terulang kembali di masa-masa yang akan datang,” tegasnya.

Vonis Ringan Terdakwa Tragedi Kanjuruhan
Tragedi Kanjuruhan terjadi usai pertandingan sepak bola antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, 1 Oktober 2022. Dalam tragedi ini, lebih dari 135 orang meninggal dunia, 96 orang luka berat, dan 484 orang luka ringan akibat gas air mata yang ditembakkan aparat kepolisian ke arah tribun penonton.
Terdapat lima orang yang ditetapkan sebagai terdakwa atas peristiwa itu, yakni mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, mantan Danki 1 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, dan mantan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto dari pihak kepolisian, serta Ketua Panitia Pelaksana Arena FC Abdul Haris dan Security Officer Suko Sutrisno.
Namun, AKP Bambang dan Kompol Wahyu divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dalam persidangan yang digelar pada 13 Maret 2023. Alasannya, kedua polisi itu dianggap tidak terbukti melakukan tindakan pidana pasal 359, pasal 360 ayat 1, dan pasal 360 ayat 2 KUHP, sebagaimana tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Hakim Mahkamah Agung (MA) kemudian membatalkan vonis bebas AKP Bambang dan Kompol Wahyu. Di tingkat kasasi, AKP Bambang divonis 2 tahun penjara, sedangkan Kompol Wahyu divonis dua tahun enam bulan penjara.
Sedangkan tiga terdakwa lainnya hanya mendapatkan hukuman penjara dengan waktu yang singkat. Hasdarmawan dan Abdul Haris hanya dihukum penjara masing-masing selama 1 tahun 5 bulan. Sementara Suko Sutrisno dihukum 1 tahun penjara.
Kemudian, MA memperberat hukuman Abdul Haris menjadi 2 tahun penjara.
Adapun satu tersangka lainnya dari pihak swasta, yakni Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita, hingga saat ini belum diseret ke pengadilan lantaran berkasnya tak kunjung dilengkapi Polda Jawa Timur.