Geliat Buruh-Ojek Online dalam Cengkeraman Pelemahan Perusahaan Aplikasi

Geliat Buruh-Ojek Online dalam Cengkeraman Pelemahan Perusahaan Aplikasi

Ojek Online
Ilustrasi wajah Triono, Serdadu. Rest In Power merupakan ucapan belasungkawa bagi seseorang yang telah berjuang melawan ketidakadilan struktural.

“Saya berharap kepada seluruh Ojol di Indonesia momen Mayday pada 1 Mei 2024 ini bisa menjadi tonggak sejarah awal terbangunnya sebuah gerakan perlawanan kaum Ojol di Indonesia. Agar negara melihat, bahwa kondisi Ojol ini sudah harus diperhatikan. Bahkan, bukan lagi hanya diperhatikan, namun juga dimanusiawikan. Intinya, jadikan momen Mayday 2024 ini sebagai momen untuk merebut keadilan sosial bagi seluruh ojol di Indonesia.”

Triono, Serdadu


Penggalan kalimat di atas keluar dari mulut Triono, koordinator Serikat Pengemudi Angkutan Roda Dua (Sedadu), yang turut aktif dalam memperjuangkan hak-hak perburuhan bagi para buruh ojek online (Ojol), di Kota Serang, Provinsi Banten. Kami bertemu dengan Triono dalam sebuah acara diskusi bedah buku yang diselenggarakan oleh Asia Research Centre Universitas Indonesia (ARC-UI) dan Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS). Acara itu digelar pada 25 April 2024 di kantor Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI).

Saat itu Triono adalah salah satu narasumber dalam acara bedah buku tersebut. Ia bersama tiga orang lainnya hadir untuk mendiskusikan dua buku berjudul “Buruh dan Negara di Indonesia” karya Vedi R. Hadiz dan “Buruh Menuliskan Perlawanannya III: Berpencar, Bergerak!”, yang diterbitkan oleh LIPS. Acara tersebut berlangsung sekitar tiga jam: dari pukul 15.00 hingga 18.00 WIB. 

Kedatangan Triono sedikit terlambat satu jam, “Tadi sempat nyasar,” ujarnya. Dengan rompi yang penuh tempelan emblem nama-nama komunitas Ojol dan topi berwarna merah yang bercokol di kepalanya, Triono hadir duduk bersama dengan deretan narasumber lainnya di bagian depan. Triono memulai diskusi dengan memaparkan kondisi kerja buruk yang dialami oleh para buruh Ojol. 

Selesai memaparkan bentuk-bentuk pengabaian negara terhadap pemenuhan hak-hak buruh Ojol, Triono kemudian menuturkan kelahiran gerakan perlawanan komunitas buruh Ojol, hingga pola-pola pelemahan yang dilakukan oleh perusahaan aplikasi terhadap komunitas buruh Ojol. 

Bagi Triono, apa yang dituliskan dalam dua buku yang diterbitkan, ada kemiripan dengan situasi perburuhan buruh Ojol hari ini. Khususnya, pada model-model pelemahan yang dilakukan oleh aplikator terhadap kekuatan perlawanan buruh Ojol.

Oleh karena itu, setelah acara diskusi selesai, kami melanjutkan obrolan dengan Triono di ruangan bagian belakang kantor KPRI. Melalui obrolan tersebut, Triono membagikan lebih lanjut pengalamannya sebagai buruh ojol, terutama tentang bagaimana proses membentuk serikat, usaha membangun kesadaran driver ojol atas posisinya sebagai buruh, apa yang menjadi tantangan, sekaligus bagaimana mereka berhadapan dengan situasi tersebut.

Diakronik:

Bang Tri, bisa diceritakan tidak bagaimana awalnya bisa membentuk Serikat Pengemudi Angkutan Roda Dua (Serdadu)?

Triono:

Awalnya saya bikin komunitas, karena di Ojol biasanya organisasi yang paling terkecil adalah komunitas. Dan, komunitas itu biasanya bergerak atas dasar solidaritas, saling membantu, karena ada satu persamaan cerita dan nasib. Nama komunitasnya KOPAS (Komunitas Ojol Pinggir Aspal Serang Timur). Macem-macem, ada juga yang namanya DOSA (Driver Online Serang Adventure). Kalau yang banyak emblemnya, itu biasanya mereka yang sering datang ke acara-acara anniversary, di situ mereka tukeran emblem. Lalu, di dalam komunitas juga terbentuk sebuah divisi bernama URC (Unit Reaksi Cepat) atau Unit Sosial Kemanusiaan. Cakupan aktivitas divisi tersebut seputar evakuasi dan pengawalan insiden kecelakaan lalu lintas yang dialami oleh para buruh Ojol. Juga, sesekali aksi penggalangan dana untuk korban bencana alam. 

Setelah saya teliti dan pahami tentang kemunculan komunitas, itu kebanyakan memang sengaja dibentuk oleh aplikator, supaya bentukan komunitas itu hanya sebatas itu aja (kegiatan kumpul-kumpul). Jangan ada bentuk yang berbau pembangkangan terhadap aturan-aturan kebijakan perusahaan aplikasi. Biasanya ketika ada komunitas yang mulai “nyentil-nyentil” peraturan kemitraan, beberapa hari kemudian akan didatangi oleh pihak aplikator. Biasanya yang datang adalah Satgas (Satuan Tugas).

Tapi, ada juga karakter komunitas yang memang sejak awal hingga seterusnya tidak pernah “nyentil-nyentil” peraturan kemitraan Ojol. Beda dengan komunitas saya. Saya tidak mau berhubungan dengan aplikator yang terlalu harmonis, terlalu intens, atau kompromistis. Sehingga, kalau ada satu hal yang harus kita protes, maka ya kita protes.

Tapi, kalau hanya komunitas, itu kurang kuat. Ketika teman ada persoalan, kita ke kantor aplikator dengan atas nama komunitas, itu tidak dianggap, “Ini siapa?”. Nah, akhirnya saya bentuklah sebuah wadah besar di Kabupaten dan Kota Serang. Mulai dari komunitas paling kecil dengan sekitar 10 orang dan paling banyak ada 40 sampai 50 orang. Akhirnya saya coba untuk komunikasi dengan teman-teman yang ada di Kabupaten. Lalu, terbentuklah persatuan. Kini, persatuan itu menaungi sekitar 80 komunitas. Nama komunitasnya OSB (Ojol Serang Bersatu). Semua komunitasnya saya tampung di situ.

Diakronik:

Dari obrolan diskusi, Bang Tri juga menyebut soal bentuk-bentuk penjinakan dari aplikator. Mulai dari mendatangi komunitas sampai memetakan komunitas yang mulai membicarakan soal peraturan atau kebijakan perusahaan. Selain dua hal itu, ada lagi tidak bentuknya?

Triono:

Ada. Biasanya mereka nanya, apa kebutuhan di-basecamp ini? Oh kami butuh dispenser, lalu dibeliin dispenser. Kami butuh tenda, dikasih. Terus, hampir tiap sebulan, sekitar dua kali, itu ada Kopdar (Kopi Darat). Kopdarnya bisa dilakukan secara online atau offline. Kalau online melalui aplikasi zoom, tapi kalau offline itu datang ke kantor aplikator. Alasan adanya Kopdar, katanya, untuk saling memperkuat hubungan antara mitra dan aplikator. Pokoknya itulah, pihak aplikator ini seperti mendoktrin kepada siapa saja yang datang.

Saya pernah datang dan memang isinya itu sarat akan doktrin. Kita digiring dengan pemikiran mereka. Kita seolah-olah harus terbawa oleh kondisi mereka. Misal, mereka bilang, “Kita, saat ini lagi ada penurunan profit, kita sedang merugi, dan lain-lain.” 

Kita seolah-olah harus dipaksa untuk memahami omongan mereka. Dan saya lihat, kiri-kanan itu semua orang yang hadir pada mengangguk-angguk saja. Artinya, kan ini termasuk dalam cara penjinakan. Semenjak saya tau itu, saya tidak pernah lagi main-main ke kantor mereka. 

Saya diundang masih sering, tapi saya bilang ke pengurus saya, kalau kalian mau datang, silakan datang. Saya sih tidak datang. Tapi ingat, kalau ada keputusan, jangan ambil keputusan sepihak. Mereka undangnya ke saya, tapi saya share ke teman-teman yang lain. Kecuali mereka mau berunding, karena kalau berunding mereka ada kepala manajernya, sementara saya sebagai ketua serikat, karena itu saya akan datang. Tapi, apa dulu yang dirundingkan? Kalau perundingannya hanya penjinakan, itu bukan perundingan, tapi memaksakan kehendak namanya. 

Kalau iming-iming mah banyak. Misal, mereka nanya, apa kebutuhan organisasi. Saya bilang, kami banyak kebutuhan, tapi kami tidak butuh uluran tangan dari aplikator, karena bantuan dari aplikator, pasti ada maksud di baliknya. Kami bisa mandiri. Misalnya, sewa sekretariat kami kan sudah habis, mereka mau memberikan bantuan, kami akan tolak. Tidak apa-apa, jika kami tidak punya sekretariat. Memang kami hidup di jalanan, kalaupun punya, sekretariat kami di jalanan. Karena apapun opini mereka, pasti suatu saat mereka akan ada tuntutan supaya kami jinak.

Diakronik:

Salah satu bentuk perlawanan yang dilakukan Bang Tri dan teman-teman, menolak bantuan dari aplikator. Lalu, aksi protes telah dilakukan dari dulu sampai sekarang. Ada lagi tidak cara melawannya?

Triono:

Kalau kami lebih kepada mengedukasi kepada teman-teman, khususnya terkait apa yang sedang terjadi. Saya selalu bikin flyer-flyer tentang kondisi yang sebenarnya. Misalnya, flyer untuk memberi pemahaman tentang “Kami adalah buruh, bukan mitra, karena kami masuk dalam hubungan kerja.” Di situ (flyer) akan dicantumkan keterangan contact person. Kalau ada yang mau bertanya lebih dalam, silakan ke saya. Jadi, kami juga memberikan edukasi lewat media sosial.

Ada juga kalau untuk pendidikan, kita biasanya rutin melakukannya dua minggu sekali. Kita ada pendidikan, diskusi, kita coba bangun ruangnya itu. Jika ada pertanyaan kita bisa menjawab permasalahannya bersama-sama. Sehingga, perlawanan kita juga dengan memberikan edukasi.

Kecuali waktu itu pernah ada, Gojek mau menerapkan tarif argo Rp 5.000. Di Jakarta itu ditolak, karena hanya akan memperkeruh kondisi di lapangan dan hanya akan menimbulkan kecemburuan di lapangan. Karena nanti yang akan digacorin atau mendapatkan banyak order, itu yang argonya goceng, sementara nanti tarif yang argo biasa itu akan dianyepkan (susah dapet order). 

Sama soal double order, misal ada konsumen order dalam satu waktu yang bersamaan, dengan jalur perjalanan yang sama atau sejarak, lalu pesanan berasal dari resto yang sama, seharusnya kita membayar ke driver itu dengan dua nilai, tapi sama aplikator dibayar hanya satu nilai. Karena itu usulan argo Rp 5.000 kita tolak tegas, kita suratin aplikator; kita suratin bahwa kita menolak. Kalau memang ini dipaksa diberlakukan, kami akan melakukan aksi yang lebih luas. Kami akan sampaikan ke konsumen, karena selama ini konsumen juga dibodoh-bodohi sama aplikator. 

Diakronik:

Kalau soal doktrin mitra yang terjadi di banyak komunitas buruh Ojol itu bagaimana bentuknya di lapangan?

Triono:

Doktrin mitra itu dia ada di setiap komunitas. Pasti ada ketuanya, ada Korlapnya (Koordinator Lapangan). Itu mereka dimasukan ke sebuah grup bikinan aplikator. Namanya Wakom (Wakil Komunitas). Alasannya mereka, bahwa ini berfungsi untuk menjalin komunikasi. Nah, saya pernah masuk ke situ, saya lihat kok ini lebih mengarah kepada aturan main yang harus diterima, dijalanin, dan harus disepakati oleh driver melalui ketua komunitasnya.

Biasanya di situ ada bahasa, “Tolong sampaikan kepada komunitasnya atau teman-teman di luar komunitas akan hal ini,” katanya begitu. Saat itu saya sempat protes, kok ketika ada keinginan dari pihak aplikator, kita seperti dipaksa untuk mengikuti. Tapi, ketika ada hal yang kami butuhkan, terutama soal keadilan atau kebijakan tersebut butuh dikaji ulang, karena ini tidak sesuai dengan harapan kami, kok cenderung di-skip sama mereka? Ini ada apa? 

Tapi, tidak semua orang di dalam grup itu protes. Malahan sebagian besar pada driver cenderung menerima saja. “Udah sih, ikutin aja dulu aturan mainnya.” Ada juga yang malah menyarankan saya untuk pergi, “Yaudah Bang, kalau mau keluar, keluar aja dari grup.”  Cara-cara tersebut ini tidak fair dan itu adalah model penjinakan. Akhirnya saya keluar dari grup. Nah, ketika saya bangun serikat, mereka agak ketar-ketir.

Diakronik:

Ada tidak kesan untuk Mayday nanti buat Ojol di seluruh Indonesia?

Triono:

Kalau pesannya adalah saya berharap kepada seluruh Ojol di Indonesia momen Mayday pada 1 Mei 2024 ini, bisa menjadi tonggak sejarah awal terbangunnya sebuah gerakan perlawanan kaum Ojol di Indonesia. Agar negara melihat, bahwa kondisi Ojol ini sudah harus diperhatikan. Bahkan, bukan lagi hanya diperhatikan, namun juga dimanusiawikan. Intinya, jadikan momen Mayday 2024 ini sebagai momen untuk merebut keadilan sosial bagi seluruh ojol di Indonesia.


Catatan Redaksi:

Pada 29 Juni 2024, menjelang subuh, Triono meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas saat mengantar penumpang. Tulisan ini dipublikasikan untuk kepentingan pengetahuan sekaligus penghormatan kami kepada Triono atas dedikasinya terhadap perjuangan gerakan buruh ojek online di Indonesia, khususnya wilayah Kota Serang, Provinsi Banten. 

Editor: Syaukani Ichsan

ARTIKEL LAINNYA

Manifesto Politik API: Dukungan kepada Septia dan Semua Perempuan
Septia: Semoga Tidak Ada Lagi Kriminalisasi Buruh
Hari HAM Sedunia, Buruh Desak Pemerintah Ratifikasi Konvensi ILO 190
Diskusi BPJS PBI Buruh-Ojol Banten: Minimnya Informasi dan Akibat Status Kemitraan

Temukan Artikel Anda!