Tolak HGU, Perkumpulan Petani Amanat Geruduk Kantor ATR/BPN dan Bupati Bogor

Tolak HGU, Perkumpulan Petani Amanat Geruduk Kantor ATR/BPN dan Bupati Bogor

Aksi demonstrasi Perkumpulan Petani Aliansi Masyarakat Nanggung Transformatif (Amanat), Hastomo Dwi Putra/Diakronik.com.
Aksi unjuk rasa Perkumpulan Petani Aliansi Masyarakat Nanggung Transformatif (Amanat) di depan Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Bogor dan Kantor Bupati Bogor, Senin (6/5/2024).

Masyarakat Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang tergabung dalam Perkumpulan Petani Aliansi Masyarakat Nanggung Transformatif (Amanat) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Bogor dan Kantor Bupati Bogor. Massa menolak perpanjangan dan penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) PT Hevea Indonesia di wilayah mereka.

Aksi pada Senin (6/5/2024) itu, dihadiri ratusan masyarakat dari tiga desa di Kecamatan Nanggung: Desa Cisarua, Desa Nanggung, dan Desa Curugbitung. Ratusan massa aksi mulanya menggeruduk Kantor ATR/BPN, kemudian melakukan long march ke depan Kantor Bupati. 

Ketua Umum Perkumpulan Petani Amanat, Didih Suryadi, menyatakan masyarakat di tiga desa tersebut telah menggarap, menguasai, dan memanfaatkan tanah bekas HGU PT Hevea Indonesia yang diterlantarkan sejak 1997.

Namun, lanjut Didih, Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) bersama Pemerintah Kabupaten Bogor justru memutuskan bakal tetap mengalokasikan lahan untuk pembaruan HGU, sebagaimana hasil Rapat Koordinasi (Rakor) Penyelenggaraan Reforma Agraria Kabupaten Bogor pada Selasa, 2 April 2024.

“Kita di Nanggung menolak keberadaan HGU. Kami menolak pengalokasian tanah untuk HGU dan kami ingin tanah ini segera diredistribusi kepada masyarakat yang menggarap hampir 30 tahun,” ujar Didih saat ditemui usai aksi di depan Kantor Bupati Bogor.

Kang Didih, sapaannya, menyebut GTRA dan Pemkab Bogor selama ini hanya memberikan janji-janji palsu kepada Perkumpulan Petani Amanat. Oleh karena itu, dalam aksi ini, pihaknya melakukan audiensi dengan pejabat ATR/BPN bersama Pemkab Bogor dan disepakati Bupati Bogor akan segera membuat surat keputusan (SK) tentang redistribusi tanah kepada penggarap di Nanggung. 

“Makanya tadi (audiensi), disepakati tahun ini, bupati akan mengeluarkan SK tentang penetapan TORA [Tanah Objek Reforma Agraria] atau redistribusi tanah kepada penggarap. Tahun ini mereka berjanji,” jelasnya.

Adapun audiensi tersebut dilaksanakan di Ruang Rapat Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor I. Selain janji penerbitan SK, Pemkab Bogor dalam audiensi tersebut juga menyatakan hasil Rakor pada 2 April 2024 tidak bersifat final.

Apabila Pemkab Bogor kembali tak menepati janji, Kang Didih menegaskan, Perkumpulan Petani Amanat akan menggelar aksi pendudukan Kantor ATR/BPN dan Pemda Bogor.

“Kita lihat nanti kalau misalkan mereka ternyata hanya janji-janji palsu, ya, mungkin aksinya kita akan duduki selama seminggu, kantor BPN atau Pemda,” pungkas Kang Didih.


Kronologi Kasus

Konflik agraria di Desa Cisarua, Desa Nanggung, dan Desa Curugbitung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat melibatkan 1.460 kepala keluarga atau sekitar 5.000 jiwa. 

Melansir dari draf Kronologi Perjuangan Hak atas Tanah yang disusun Perkumpulan Petani Amanat, diterima Senin (6/5/2024), tanah di tiga desa tersebut merupakan bekas tanah perkebunan Nanggung yang diredistribusi oleh Gubernur Daerah Tingkat I Jawa Barat pada 5 September 1983.

Pada 8 Juli 1988, tanah seluas 310,783 hektare itu kemudian dikonversi menjadi HGU atas nama PT Cengkeh Zanzibar dengan masa berlaku hingga 31 Desember 2013. Dalam perkembangannya, kepemilikan HGU tersebut beralih kepada PT Hevea Indonesia melalui jual beli.

Di sisi lain, masyarakat mulai berladang pada lahan HGU PT Hevea Indonesia sejak 1997. Saat itu, lahan tersebut sudah ditelantarkan dan menjadi semak belukar sekalipun masih terdapat sebagian pohon karet yang tidak terurus. 

PT Hevea Indonesia kemudian mengajukan permohonan perpanjangan HGU kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada 15 September 2010, dengan total luas yang diajukan 310,783 hektare. Hal ini dilakukan setelah bupati Bogor menerbitkan Surat Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B) kepada perusahaan tersebut pada satu bulan sebelumnya.

PT Hevea Indonesia lantas mulai melakukan landclearing pada Juni 2011 dengan membasmi sisa tanaman karet, ladang milik petani, ternak, serta segala sesuatu di atas lahan HGU-nya untuk persiapan penanaman kelapa sawit.

“Kegiatan sepihak ini menimbulkan reaksi keras dari petani. Sejumlah kerusuhan pun terjadi di ladang antara petani penggarap dan pekerja perkebunan,” tulis Amanat.

Konflik antara Perkumpulan Petani Amanat dengan PT Hevea Indonesia semakin memanas. Bahkan, bentrok fisik kerap terjadi saat PT Hevea Indonesia melakukan pembasmian lahan garapan pada 2012. Lahan yang sudah dibersihkan itu kemudian ditanami kelapa sawit.

Berbagai audiensi pun digelar oleh Kantor Pertanahan Bogor dan pihak terkait lainnya sejak 2012. Bahkan, Perkumpulan Petani Amanat juga telah melayangkan aduan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) agar Kantor Wilayah BPN Jawa Barat menghentikan proses perpanjangan HGU PT Hevea Indonesia.

Namun hingga saat ini, penerbitan HGU untuk PT Hevea Indonesia masih terus diupayakan oleh GTRA Kabupaten Bogor. Sementara, para penggarap yang tergabung dalam Perkumpulan Petani Amanat tetap menolak alokasi untuk penerbitan HGU baru karena lahan tersebut telah menjadi ruang hidup masyarakat.

“Di samping itu PT Hevea Indonesia sudah tidak menguasai lahan dan menjalankan usaha perkebunannya sehingga dinilai sudah tidak memiliki dasar hukum untuk memperpanjang atau memperbaharui HGU-nya,” terangnya.

Editor: Akbar Ridwan

ARTIKEL LAINNYA

Manifesto Politik API: Dukungan kepada Septia dan Semua Perempuan
Septia: Semoga Tidak Ada Lagi Kriminalisasi Buruh
Hari HAM Sedunia, Buruh Desak Pemerintah Ratifikasi Konvensi ILO 190
Diskusi BPJS PBI Buruh-Ojol Banten: Minimnya Informasi dan Akibat Status Kemitraan

Temukan Artikel Anda!