Mengapa Aku Begitu Menyukai Cara Mereka yang Menciptakan Semesta Alternatif Melalui Fiksi Ilmiah

Mengapa Aku Begitu Menyukai Cara Mereka yang Menciptakan Semesta Alternatif Melalui Fiksi Ilmiah

Ilustrasi fiksi ilmiah.
Ilustrasi fiksi ilmiah. Sumber: Clakesworld.

Pada 7 Juni 2025, penulis berkebangsaan Indonesia, Anselma Widha Prihandita, meraih penghargaan Nebula Awards 2025 kategori novelet dengan judul Negative Scholarship on the Fifth State of Being (2025).

Karya tersebut berpusat pada dr. Semau, seorang dokter praktik di sebuah dunia futuristik, yang kedatangan pasien tak biasa bernama Txyzna—makhluk asing dari spesies langka bernama plyzmorynox. Tantangan muncul karena sistem kesehatan digital yang menjadi acuan medis Semau sama sekali tidak memiliki informasi atau pedoman perawatan terkait spesies tersebut.

Kesan membaca saat di awal-awal, saya menemukan hal yang menarik terkait marginalisasi dan perbedaan budaya, seperti Txyzna yang mengalami bentuk penolakan ganda karena secara biologis (alien, spesies baru) dan secara budaya (bahasa, sistem nilai berbeda). 

Cerita ini menyampaikan bahwa sistem yang terlalu bergantung pada data dan aturan baku bisa gagal merespons kebutuhan nyata makhluk hidup, terutama mereka yang tidak terwakili atau berbeda dari standar dominan. 

A. W. Prihandita adalah seorang penulis fiksi spekulatif. Sebagai perempuan, ia juga merupakan doktor sekaligus pengajar penulisan tingkat perguruan tinggi dan sedang menyelesaikan disertasi PhD dalam bidang retorika dan komposisi, dengan fokus pada isu dekolonial dan transnasional.

Di dalam novela nya yang diterbitkan Clarkesworld, ia diberi kesempatan hadir dalam Science Fiction & Fantasy Writers Association (SFWA). Dalam momen tersebut ia berkata:

“Ini adalah kehormatan besar. Cerita ini adalah tentang perlawanan terhadap penindasan, baik sistemik dan material. Namun, yang terpenting, ini tentang kebaikan. Ini cara saya untuk mengatakan bahwa saya berharap kita akan selalu menemukan cara untuk bersikap baik, bahkan kepada mereka yang tidak dapat kita pahami.” 

SFWA mengumumkan pemenang Nebula Awards ke-60, yang mengakui fiksi ilmiah dan fantasi yang luar biasa, di Nebula Awards Conference pada 7 Juni 2025.

Para pemenangnya meliputi: Someone You Can Build a Nest In karya John Wiswell (kategori novel), The Dragonfly Gambit karya A. D. Sui (kategori novela), Negative Scholarship on the Fifth State of Being karya A. W. Prihandita (kategori novelet), dan Why Don’t We Just Kill the Kid in the Omelas Hole karya Isabel J. Kim (kategori cerita pendek).

A. W. Prihandita juga menuliskan karya-karya, seperti My Mother’s Voice and the Shadow (Cast of Wonders, September 2024), The God Who Never Sleeps Dwells Under an Inky Sea  (Haven Speculative, September 2024), To Fall in Love With a Dying Sun (Fusion Fragment, September 2023), dan The Kindest, Most Caring Library You’ve Ever Known (pemenang Writers’ Playground Challenge, Mei 2023).


Fiksi Ilmiah: Mendeskripsikan Cerita yang Representatif

Inti dari fiksi ilmiah bukanlah prediksi masa depan, tapi bagaimana penulis mencerminkan realitas masa kini melalui kemungkinan masa depan. Sebagai contoh, Margaret Atwood dalam The Handmaid’s Tale (1985), menggunakan distopia gender sebagai cermin ekstrem dari patriarki dan kontrol tubuh perempuan.

Lalu, Ursula K. Le Guin dalam The Left Hand of Darkness (1969), menggunakan dunia tanpa gender umum untuk mengeksplorasi bias kita terhadap identitas dan jenis kelamin. 

Di portofolio A. W. Prihandita ia menulis, “Saya menyukai fiksi yang mengintip sudut-sudut gelap hati manusia, baik untuk menelusuri benang-benang yang membentuk penindasan maupun untuk menemukan secercah harapan di tengahnya.”

Banyak penulis menciptakan dunia yang sangat berbeda untuk membuat pembaca merasa asing (defamiliarized)—dan lewat keterasingan itu, realitas kita sendiri terlihat lebih jelas. Bagi A. W. Prihandita dalam Negative Scholarship on the Fifth State of Being (2024), alien pun menjadi simbol individu yang tidak terwakili oleh sistem birokrasi dan teknologi modern—mengkritik eksklusi data dan kapitalisme pengetahuan.

Fiksi ilmiah, sekali lagi, bukan sekadar spekulasi tentang hari yang akan datang. Seperti claim penulis fiksi lain tentang ketakutan menghadapi bencana teknologi, krisis, wabah, atau kedatangan alien ke Bumi.

Fiksi ilmiah merupakan sebuah jalan penciptaan makna terhadap masa kini. Ia beroperasi sebagai cermin bengkok yang memungkinkan kita melihat ulang realitas yang sudah biasa, dengan cara yang asing—dan karena itu, fiksi ilmiah cenderung jujur meski kadang tak masuk akal.

Kata Kunci:

Kawan Redaksi

Editor: Akbar Ridwan

ARTIKEL LAINNYA

Share

Temukan Artikel Anda!