Ratusan massa aksi solidaritas #BebaskanSeptia dihadang di luar pagar gedung Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (22/01/2025). Tepat hari ini sidang putusan kasus kriminalisasi Septia Dwi Pertiwi—eks buruh PT Lima Sekawan Indonesia (Hive Five)—akan dilakukan.
Dorong-mendorong terjadi. Pihak kepolisian menghalangi massa aksi bukan karena membawa senjata tajam atau obat-obatan terlarang. Tetapi, karena membawa atribut aksi, seperti poster, spanduk, pengeras suara, dan sebagainya.
Setiap atribut digunakan untuk menyuarakan aspirasi dukungan terhadap Septia. Rencananya, aksi damai akan dilakukan sembari menunggu hasil sidang putusan Septia.
Daniel Frits, aktivis penolak tambak udang di Karimun Jawa, Jawa Tengah, yang juga korban kriminalisasi UU ITE menyampaikan solidaritasnya terhadap kasus kriminalisasi Septia.
”Saya di sini berdiri untuk sama-sama memperjuangkan HAM. Saya mewakili teman-teman di Karimun Jawa, Jepara, untuk memberi dukungan kepada Septia,” ujarnya.
Perwakilan serikat KPBI, menyampaikan keberatannya atas tindakan polisi yang menghadang massa aksi solidaritas #BebaskanSeptia.
”Lagi-lagi kita dihalangi untuk menyampaikan aspirasi untuk kawan kita, Septia,” ujar perwakilan KPBI.
Menurut KPBI hal ini merupakan bentuk ketidakberpihakan negara terhadap rakyat, khususnya buruh perempuan yang kini tengah dikriminalisasi.
”Kita tahu Septia adalah buruh perempuan yang melawan hegemoni pengusaha, yang kini tengah dikriminalisasi,” ujarnya.