PBHI Kritik Program MBG, Dinilai Belum Penuhi Berbagai Unsur HAM

PBHI Kritik Program MBG, Dinilai Belum Penuhi Berbagai Unsur HAM

Kritik Program MBG
Diskusi Hukum dan HAM ke-40 bertajuk “Makan Bergizi Gratis: Konvergensi antara Kebutuhan, Kewajiban Pemenuhan Hak Atas Pangan, dan Tata Kelola” di Ruang Belajar Alex Tilaar, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (20/6/2025)/Diakronik

Sekretaris Jendral (Sekjen) Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Gina Sabrina menyebut program Makan Bergizi Gratis (MBG) belum memenuhi berbagai unsur HAM yang menjadi kewajiban negara. Salah satu unsurnya yaitu hak atas pangan dalam Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob) yang berlaku sejak 1976.

Monik, sapaan akrab Gina, menyampaikan bahwa pada Pasal 11 Kovenan Internasional tersebut, negara wajib mengakui hak setiap orang atas standar hidup yang layak.

“Mengapa hak atas pangan dikaitkan dengan komponen penghidupan yang layak? Karena kalau dia upahnya nggak layak, dia gabisa dapet (akses) makanan yang layak. Karena uangnya terbatas,” ujar Monik dalam acara Diskusi Hukum dan HAM ke-40 yang diselenggarakan PBHI di Rumah Belajar Alex Tilaar, Jakarta Pusat, Jumat (20/2025).

Menurut Monik, hak atas pangan memiliki keterkaitan dengan hak lainnya yang mesti dipenuhi. Namun, ia menilai program MBG masih belum melibatkan berbagai unsur HAM lainnya, seperti hak atas informasi dan partispasi, upah, lingkungan, perempuan, anak, dan pemulihan yang layak.

“Hak atas pangan itu bersifat interdependensi. Hak atas lingkungan, ada nggak tanahnya? Dia (sebetulnya) sangat bergantung dengan hak-hak lainnya,” ujar Monik.

Selain itu, kata Monik, program MBG juga belum memenuhi keempat unsur dimensi hak atas pangan menurut Komentar Umum Kovenan Ekosob Nomor 12 Tahun 1999 yakni, kelayakan, ketersediaan, keterjangkauan dan keberlanjutan.

“Kalau kita mau meningkatkan kualitas (Program) MBG, empat unsur ini harus dipenuhi (negara),” jelasnya.

Selain standarisasi pengelolaan dapur MBG dalam petunjuk teknis yang masih belum rinci, Monik menilai akses informasi dan partisipasi program MBG juga terbilang cacat. Menurutnya, akses informasi dan dokumen di situs Badan Gizi Nasional (BGN) yang berkaitan dengan program MBG sulit ditemukan.

“Akses informasi di situs BGN itu hampir tidak ada. Sesederhana menyediakan informasi atau akses dokumen terkait (program) MBG,” tuturnya.

Lebih lanjut, ia menyebut program MBG seharusnya bertopang pada tanah dan ekologis lokal. Tanpa tanah dan lingkungan yang sehat, lanjut Monik, maka tidak ada bahan untuk memproduksi makanan.

Untuk itu, Monik menekankan pentingnya menjaga sumber daya pangan lokal yang kian hari semakin terancam akibat perampasan tanah, baik oleh negara maupun swasta.

“Ketika kita ngomongin (program) MBG itu juga berarti kita juga bicara soal perlindungan sumber produksi pangan lokal. Jangan ada konflik agraria, kalaupun ada diselesaikan,” ujar Monik.

Adapun acara Diskusi Hukum dan HAM ke-40 yang diselenggarakan PBHI ini mengusung tema “Makan Bergizi Gratis: Konvergensi antara Kebutuhan, Kewajiban Pemenuhan Hak atas Pangan, dan Tata Kelola.”

Acara ini dihadiri oleh narasumber dari berbagai organisasi masyarakat sipil, seperti PBHI, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Komnas HAM, dan Foodfirst Information and Action Network (FIAN) Indonesia.

Kata Kunci:

Kawan Redaksi

Editor: Hastomo Dwi Putra
Reporter: Ilham Hermansyah, Qanish Karamah

ARTIKEL LAINNYA

Share

Temukan Artikel Anda!