Akal-akalan penyerobotan tanah oleh Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, Pipin Sandepi Muller (Muller Bersaudara), dan Jo Budi Hartanto lewat PT Dago Inti Graha telah bergulir sejak 2016. Tepat 6 Mei 2024, Polda Jawa Barat (Jabar) menetapkan Dodi dan Heri sebagai tersangka atas laporan dugaan pemalsuan surat. Artinya, negara butuh delapan tahun untuk berpihak di sisi rakyat Dago Elos, Kota Bandung, Jabar.
Sepanjang itu, sebanyak 331 kepala keluarga di Dago Elos harus hidup dengan stigma sebagai penduduk ilegal. Mereka dituduh melakukan perbuatan melawan hukum karena mendiami tanah milik Muller Bersaudara yang berikutnya dibeli Jo Budi lewat perusahaannya.
Di Pengadilan Rakyat Dago Elos pada Selasa (21/5/2024), pihak pemohon yang merupakan perwakilan rakyat Dago Elos menyampaikan bukti-bukti kebohongan Muller Bersaudara dan PT Dago Inti Graha. Dalam sidang ini, lima orang ditunjuk sebagai hakim persidangan.
Para majelis hakim antara lain: Siti Rakhma Mary Herwati, Asfinawati, Alghiffari Aqsa, Bivitri Susanti, dan Yance Arizona. Sidang disesaki puluhan pengunjung dari pelbagai latar belakang, termasuk masyarakat Dago Elos. Pengadilan ini barangkali jadi satu-satunya momentum bagi mereka untuk diperlakukan secara layak, adil, dan setara.
Sebelumnya, 24 Agustus 2017, majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung mengeluarkan Putusan Nomor 454/Pdt.G/2016/PN Bdg. Dua putusan di antaranya menetapkan Muller Bersaudara sebagai ahli waris dan meminta rakyat Dago Elos sebagai pihak tergugat untuk mengosongkan serta membongkar bangunan di atas tanah objek sengketa, bilamana perlu melalui upaya paksa dengan bantuan alat keamanan negara.
Masyarakat Dago Elos pun mengajukan banding atas putusan tersebut. Namun, pada 5 Februari 2018, Pengadilan Tinggi Jabar hanya memperbaiki satu amar melalui Putusan Nomor 570/PDT/2017/PT BDG. Masyarakat Dago Elos masih menjadi pihak yang kalah.
Tak berhenti di situ, pada 21 Maret 2018, sebanyak 126 rakyat Dago Elos mengajukan kasasi melawan Muller Bersaudara dan PT Dago Inti Graha. Sehari setelahnya, 22 Maret 2018, Muller Bersaudara bersama perusahaan juga mengajukan permohonan yang sama.
Dalam permohonannya, masyarakat Dago Elos meminta majelis hakim Mahkamah Agung (MA) membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Jabar Nomor 570/PDT/2017/PT BDG junto Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 454/Pdt.G/2016/PN Bdg.
Sedang Muller Bersaudara dan PT Dago Inti Graha yang diwakili Jo Budi, memohon agar majelis hakim MA membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Jabar Nomor 570/PDT/2017/PT BDG untuk menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 454/Pdt.G/2016/PN Bdg.
Saat itu, majelis hakim menimbang dalil Muller Bersaudara yang mengeklaim berhak atas objek sengketa karena sebagai ahli waris dari kakeknya, George Hendrik (GH) Muller, sebagai pemilik Eigendom Verponding Nomor 3740, 3741, dan 3742. Atas dalil ini, Muller Bersaudara merasa berhak mengoper dan mengalihkan objek sengketa kepada PT Dago Inti Graha.
Namun, menurut majelis hakim, dalil tersebut tidak dapat dibenarkan karena hak eigendom verponding atas nama George Henrik Muller sudah berakhir dan tidak dikonversi paling lambat 24 September 1980. Selain tidak dikonversi, Muller Bersaudara juga tidak menguasai tanah, termasuk orang tua mereka.
Sebaliknya, masyarakat Dago Elos terbukti sudah menguasai objek sengketa dalam kurun waktu lama, terus menerus, dan sebagian sudah diberikan sertifikat hak milik.
Maka itu, dalam Putusan Kasasi Nomor 934 K/Pdt/2019, majelis hakim MA menolak kasasi Muller Bersaudara dan PT Dago Inti Graha. Di kesempatan yang sama, mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan masyarakat Dago Elos. Hal ini diputuskan dalam rapat musyawarah majelis hakim MA pada 10 Oktober 2019.
Babak Kejanggalan di Pengadilan
Muller Bersaudara dan Jo Budi lewat PT Dago Inti Graha seakan-akan gusar. Pada 10 November 2020, mereka mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di MA dengan alasan memiliki alat bukti baru yang menyebut majelis hakim di tingkat kasasi melakukan kekhilafan.
Dalam rapat musyawarah 29 Maret 2022, majelis hakim menyatakan memang terjadi kekhilafan hakim di tingkat kasasi. Lewat Putusan MA Nomor 109 PK/Pdt/2022, PK yang diajukan Muller Bersaudara dan PT Dago Inti Graha pun dikabulkan.
Atas putusan tersebut, majelis hakim PK membatalkan putusan tingkat kasasi dan memberlakukan lagi putusan Pengadilan Tinggi Jabar yang memperbaiki putusan pengadilan tingkat pertama.
“Lantas, seperti apa bukti baru kekhilafan/kekeliruan hakim tingkat kasasi yang dimaksud hakim PK, Muller Bersaudara serta Jo Budi Hartanto, sehingga bisa membatalkan putusan kasasi? kata Ade Suherman, salah seorang perwakilan pemohon masyarakat Dago Elos di Pengadilan Rakyat Dago Elos.
“Apakah ada kejanggalan dalam proses persidangan ini? Mengapa warga Dago Elos merasa dirugikan dalam putusan PK?” tutup Ade.
Bukti-Bukti Palsu
Bukti-bukti palsu dimulai dari proses persidangan di Pengadilan Agama Kelas I A Cimahi, Pengadilan Negeri Bandung, Pengadilan Tinggi Jabar, kasasi, dan PK. Diah Hasanah, salah seorang perwakilan pemohon, mengatakan bukti-bukti tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian:
1. Putusan Pengadilan Agama Kelas I A Cimahi Nomor 687/Pdt.P/2013 terkait penetapan ahli waris (PAW);
2. Peralihan eigendom verponding dari PT Simongan kepada GH Muller yang dipakai untuk menjelaskan keabsahan riwayat kepemilikan Muller Bersaudara terhadap tanah bekas Eigendom Verponding Nomor 3740, 3741, dan 3742; dan
3. Akta eigendom verponding palsu dengan kode bukti P26, P28, P32, dan P36.
Bukan Pewaris Asli
Diah melanjutkan, putusan PAW menjelaskan GH Muller dan Roesmah memiliki lima orang anak: Renih, Edi Edward Muller, Gustaaf Muller, Theo Muller, dan Dora Muller. Menurut Diah, seharusnya pewaris GH Muller adalah Harrie Muller, bukan Renih.
“Para pemohon telah mengajukan alat bukti berupa Arsip Nasional Kerajaan Belanda dan berita duka cita meninggalkan Roesmah di Limburgsch Dagblad pada Kamis, 7 Desember 1989,” ucap Diah.
Melansir Trimurti.id, Harrie Muller sebetulnya anak sulung GH Muller-Roesmah yang lahir pada 22 Agustus 1930. Entah karena alasan apa, namanya diganti Muller Bersaudara menjadi Renih saat bersaksi di persidangan.
Bukan Kerabat Ratu Belanda
George Hendricus Wilhelmus (GHW) Muller, ayah GH Muller, bukan kerabat Ratu Wilhelmina yang ditugaskan di Hindia Belanda. Ia sebetulnya hanya ditugaskan seorang majikan untuk menjalankan perusahaan perkebunan swasta.
Diah menjelaskan, rakyat Dago Elos telah menelusuri berbagai data arsip lewat laman resmi Kerajaan Belanda dan keterangan tertulis yang dimuat dalam Arsip Nasional Kerajaan Belanda. Di sana, tercatat GHW merupakan administratur perkebunan di persil Tegalsari I dan Tegalsari II pada perusahaan Sindangwangi.
GH Muller Belum Lahir
Majelis hakim PK berkesimpulan Muller Bersaudara mewarisi tanah eks Eigendom Verponding Nomor 3740, 3741, dan 3742. Padahal, saat peralihan hak tanah tersebut pada 1900, GH Muller belum lahir. Dia sendiri baru lahir pada 24 Januari 1906. Pun PT Simongan belum berdiri sebagai perusahaan yang memiliki nama.
Hal ini Diah sampaikan berdasarkan bukti temuan berupa akta kematian dan foto nisan GH Muller. Selain itu, temuan lain PT Simongan berhasil diperoleh melalui laporan kolonial Hindia Belanda yang diberikan untuk parlemen Belanda dan database perusahaan Hindia Belanda. Di sana dijelaskan, PT Simongan baru berdiri pada 27 Januari 1916.
Akta Kepemilikan Palsu
Sebelumnya, majels hakim PK telah mengesahkan atau mengakui Eigendom Verponding Nomor 3740, 3741, dan 3742 sebagai alat bukti yang diajukan Muller Bersaudara. Padahal, menurut daftar pegawai Hindia Belanda yang ditelusuri warga Dago Elos, akta yang diajukan Muller Bersaudara merupakan alat bukti palsu. Khususnya, pada kode bukti nomor P26, P28, P32, dan P36. Data ini diperoleh di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Kode Bukti P26
Di kode bukti P26, pada 1900, seorang notaris bernama Eliza yang beroperasi di Batavia menandatangani akta perpindahan antara PT Simongan dan GH Muller. Di tahun tersebut dikatakan terjadi pengoperan hak tanah eigendom verponding dari PT Simongan kepada GH Muller. Akan tetapi, fakta sebenarnya:
- Pada tahun tersebut notaris Eliza bertugas di Tuban, Jawa Timur, bukan Batavia.
- GH Muller belum lahir. Ia baru lahir pada 24 Januari 1906.
- PT Simongan saat itu belum berdiri. Perusahaan ini baru berdiri pada 27 Januari 1916.
- Menurut alat bukti Muller Bersaudara, seorang bernama Hendrik Jacobus Meerten atau HJ Meerten bertugas sebagai pihak penerima tembusan pendaftaran akta pengoperan dari pengadilan Batavia pada 2 Juli 1931. Padahal, HJ Meerten telah meninggal sejak 12 Desember 1905.
- Pada 2 Juli 1931, seorang sekretaris pengadilan Batavia menandatangani akta pengoperan dari PT Simongan kepada GH Muller. Padahal, dalam arsip daftar pegawai Hindia Belanda, nama seorang sekretaris tersebut tidak ditemukan.
Kode Bukti P28
Dalam dokumen kode bukti P28, HJ Meerten disebut sebagai notaris Batavia pada 11 Juli 1923 oleh Muller Bersaudara. Di lain sisi, pada 15 Oktober 1935 terdapat pencatatan mengenai akta perpindahan Eigendom Verponding Nomor 3740 kepada GH Muller. Namun, faktanya:
- HJ Meerten telah meninggal beberapa dekade sebelumnya, tepatnya 12 Desember 1905. Bukti yang menyatakan dia disebut sebagai seorang notaris di Batavia pada 1923 terbukti tidak sah.
- Pada 11 Juli 1923, disebutkan GH Muller bertemu dengan HJ Meerten saat mengurus akta Eigendom Verponding Nomor 3740. Padahal, saat itu GH Muller baru berusia 17 tahun. Sementara merujuk Kitab Hukum Perdata Hindia Belanda, perjanjian tidak dapat dianggap sah apabila dilakukan orang yang belum dewasa atau di bawah 21 tahun.
Kode Bukti P32
Di dokumen kode bukti ini, dikatakan pada 23 Mei 1934, Marinus Johanes Martin disebut sebagai notaris pengganti yang beroperasi di Bandung. Akan tetapi, fakta sebetulnya:
- Dalam daftar pegawai Hindia Belanda, pada 1934 nama Marinus tidak ditemukan sebagai notaris yang beroperasi di Bandung. Pun, namanya juga tak terdaftar dalam nama kandidat notaris Hindia Belanda.
- Pada 3 Mei 1934, HJ Meerten disebut ikut menandatangani akta nomor 833 tentang perpindahan Eigendom Verponding Nomor 3741 kepada GH Muller. Padahal, dia telah meninggal pada 12 Desember 1905.
Kode Bukti P36
Dalam kode bukti ini, Martin Leo Swab, disebut seorang Komisaris Kehakiman di Batavia pada 26 Februari 1931. Ia dikatakan ikut menandatangani dokumen perpindahan Eigendom Verponding Nomor 3742 kepada GH Muller dan GHW Muller. Namun, kebenarannya:
- Nama Martin Leo Swab tidak ditemukan di daftar pegawai Raden van Justitie Batavia. Malahan, pada 1931, dia diketahui bekerja di Raden van Justitie Padang.
- Pada 26 Februari 1931, GH Muller dan GHW Muller menghadap ke notaris bernama George Herman Thomas disaksikan Aurelle Lois. Lalu, Martin Leo Swab disebutkan menandatangani akta pemindahan Eigendom Verponding Nomor 3742 kepada GH Muller. Padahal GHW Muller dinyatakan meninggal pada 1916 di Cicalengka, Jabar.
Di setiap tingkat pengadilan yang ditempuh Muller Bersaudara dan Jo Budi, Diah menyimpulkan, alat bukti yang digunakan tergugat merupakan palsu. Berbagai kejanggalan yang ditemukan tim rakyat Dago Elos berhasil membuktikan alat bukti eigendom verponding yang diajukan Muller Bersaudara tidak sah secara hukum atau palsu.
Di akhir, Diah menutup dengan mengatakan, menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku di Indonesia, seseorang yang terbukti melakukan pemalsuan dokumen dapat dikenakan hukuman pidana.
“Diketahui juga, terdapat aspek pidana yang dapat menjerat orang yang membuat surat, baik itu berbentuk akta autentik atau bukan atau palsu, memalsukan surat, menggunakan surat palsu, serta memasukan keterangan palsu ke dalam akta autentik, yaitu delik pemalsuan surat yang terdapat dalam Pasal 263 KUHP, Pasal 264 KUHP, dan Pasal 266 KUHP,” terang Diah.