Silau Gemerlap Bandara: Kisah Andri, Buruh Porter yang Dipecat Sepihak PT Dahlia Tama Cargo

Silau Gemerlap Bandara: Kisah Andri, Buruh Porter yang Dipecat Sepihak PT Dahlia Tama Cargo

Andri PT Dahlia Tama Cargo
Poster tuntutan massa aksi solidaritas di depan kantor pusat PT Dahlia Tama Cargo, Kota Tangerang, Banten, Kamis (30/1/2025)/Dok. FSPBI

Setelah berjuang membentuk serikat buruh Bandara Juanda, Andri dipecat sepihak oleh PT Dahlia Tama Cargo, melengkapi pahitnya pengalaman bekerja sebagai seorang porter di balik gemerlap bandara.


Sejauh mata memandang, bandara adalah bangunan megah nan mewah yang berisi infrastruktur canggih bagi kelas menengah atas untuk bepergian melintasi awan. Semuanya tampak cantik, khas ornamen alat transportasi perkotaan yang dianggap maju. Di sisi lain, besar nan luasnya bandara juga membuat setiap orang silau dari kegelapan yang berada di baliknya.

Sebagai Objek Vital Transportasi Nasional (OVTN), bandara mendapatkan jaminan keamanan dari negara agar tetap menjadi sumber pendapatan yang bersifat strategis. Tak hanya jaminan keamanan, negara juga menjamin ketertiban di bandara, termasuk mencegah adanya ‘mulut-mulut kotor’ pemegang megaphone yang menceritakan kebusukan kondisi kerja para buruh bandara di objek vital tersebut.

Jaminan ketertiban itu dijanjikan negara melalui Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 15 Tahun 2017 tentang Larangan Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Sebagai objek vital strategis negara, tempat parkir pesawat itu mesti terlindungi dari gangguan keamanan agar pendapatan negara dan perusahaan tetap stabil serta nama perusahaan bercitra baik.

Dengan adanya Edaran tersebut pula, keberadaan bandara di negara demokrasi seakan kontradiktif dengan nilai demokrasi itu sendiri. Nasib sial yang dialami Andri Dwi Nur Prasetyo dapat menjelaskan kontradiksi tersebut.

Tepat pada 31 Desember 2024 sore hari, buruh porter di Bandara Juanda, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur itu mendapatkan ‘kado tahun baru’ dari PT Dahlia Tama Cargo, perusahaan penyedia jasa yang menaungi Andri.

Pada malam tahun baru, kelas menengah atas berbondong-bondong membeli tiket pesawat promo untuk berlibur di luar negeri. Hal itu serupa kado tahun baru untuk kelas menengah atas dari perusahaan aplikasi pemesanan tiket transportasi–yang bekerja sama dengan seluruh Bandara di penjuru negeri.

Di balik sibuknya mesin cetak boarding pass di bandara pada malam tahun baru 2025, PT Dahlia Tama Cargo memberikan kado kepada Andri berupa surat pemecatan serupa kotoran sapi ternak.

Dalam dialog singkat di ruang pimpinan cabang perusahaan, laki-laki berusia 28 tahun itu dipecat sepihak atas tuduhan melakukan tindak provokasi dan penghasutan kepada para buruh porter PT Dahlia Tama Cargo lainnya. Kedua tuduhan itu berkelindan dengan aktivitas Andri dalam mengumpulkan orang dan membuat diskusi sebagai proses membentuk serikat buruh pada tingkatan unit (kantor).

Andri Dwi Nur Prasetyo/Dok. FSPBI
Andri Dwi Nur Prasetyo/Dok. FSPBI

Sebelum pemecatan itu, tepatnya ada September 2024, Andri bersama seluruh anggota Serikat Pekerja Bandara Indonesia Dahlia Tama Cargo (SPBI-DTC) telah mendaftarkan serikatnya di Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Sidoarjo. Bukan proses yang mudah, pencatatan ini telah diupayakan sejak Januari 2024.

Saat itu, Andri dan kawan-kawannya sibuk mengajak orang untuk berdiskusi rutinan sepulang bekerja. Sebetulnya, tak ada pembahasan baru dari apa yang mereka bincangkan di warung kopi area kantor. Mereka hanya kembali mengingat-ingat pengalaman perampasan hak ketenagakerjaan oleh PT Dahlia Tama Cargo yang telah dialami bertahun-tahun.

Bekerja tanpa protokol Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang memadai, jam kerja panjang, upah lembur tak dibayar, dan upah dibawah Upah Minimum Kabupaten (UMK), membuat Andri bersama kawan-kawannya membulatkan niat untuk membentuk serikat buruh.

Andri telah mengalaminya selama lima tahun. Dalam kurun waktu itu, tidak salah kalau perusahaan dianggap melepaskan tanggung jawab atas hak para buruhnya.

“Motivasi saya membentuk serikat itu karena melihat serikat di perusahaan lain. Mereka mampu mendapatkan hak ketenagakerjaan buruhnya karena berserikat, tidak seperti di (PT) Dahlia,” kata Andri saat ditemui di Sekretariat Federasi Serikat Pekerja Bandara Indonesia (FSPBI), Karawaci, Kota Tangerang, Banten, Kamis (30/1/2025).

Pada hari penyerahan berkas administrasi pencatatan serikat buruh, mereka berhasil merekrut sekitar 60 orang atau setengah dari total buruh porter PT Dahlia Tama Cargo di Bandara Juanda.

Buruh PT Dahlia Tama Cargo
Buruh PT Dahlia Tama Cargo tengah berdiskusi/Dok. FSPBI

Namun, seminggu setelah penyerahan berkas, niat baik Andri harus pupus karena Disnaker Sidoarjo menolak pencatatan SPBI-DTC. Alasannya, pihak perusahaan mangkir saat proses verifikasi dan berkas yang Andri serahkan tidak cukup membuktikan bahwa anggota SPBI-DTC yang tercantum di AD/ART merupakan buruh PT Dahlia Tama Cargo.

“Alasan utamanya ada dua kata pihak Disnaker. Yang pertama tidak hadirnya pihak manajemen perusahaan saat proses verifikasi berkas dan berkas yang kami berikan dianggap tidak bisa membuktikan bahwa kami (SPBI-DTC) adalah pekerjanya PT Dahlia,” ujar Andri.

Padahal, sejak bekerja dari 2019 sampai 2024, Andri mengaku tidak pernah mendapatkan slip gaji maupun salinan kontrak kerja.

“Bahkan, id card saja kita gak punya. Beda sama perusahaan lain (di dalam Bandara Juanda),” ujar Andri.


Dugaan Pelanggaran Hak Ketenagakerjaan

Andri menuturkan, sejak 21 Desember 2019 sampai 31 Desember 2024, ia selalu mendapat upah di bawah UMK. Pada 2024 misalnya, ia diupah kurang lebih Rp4.300.000 setiap bulannya dengan total 26 hari kerja. Padahal, UMK Sidoarjo saat itu berkisar pada Rp4.638.582 per bulannya.

Upah yang minim itu juga dibarengi dengan jam kerja panjang. Andri bekerja selama 9 jam per harinya. Belum lagi kalau jadwal pesawat delay atau penundaan penerbangan, Andri dan para buruh lainnya mesti bekerja lembur.

Sialnya, ‘kupon kompensasi’ pesawat delay hanya berlaku bagi para penumpang pesawat. Mereka diberi ganti rugi berupa camilan, potongan harga, ataupun kupon makan di restoran yang berjualan di bandara. Bagi buruh porter seperti Andri, pesawat yang delay itu justru membuat beban kerjanya semakin bertambah. Perusahaan menghitungnya sebagai ‘jam loyalitas’ para buruh.

Jam kerja panjang serta kondisi lembur yang tiba-tiba, berpotensi membuat buruh bandara mengalami kecelakaan kerja. Andri merupakan salah satu penyintas atas buruknya kondisi kerja di PT Dahlia Tama Cargo.

Suatu hari, Andri kedapatan shift pagi setelah pulang larut malam lantaran bekerja sejak siang hari. Ia bekerja sejak pukul 04.00 WIB dan pulang siang hari. Selepas bekerja, dengan kondisi letih, Andri pulang ke rumah dengan mengendarai sepeda motornya dari bandara.

Saat itu, Andri masih mengenakan rompi kerja sebagai porter yang bekerja di PT Dahlia Tama Cargo. Belum jauh dari bandara, kelelahan yang ia alami menyebabkan rasa kantuk berat. Sehingga, ia tak dapat melihat laju truk besar di depannya dan menabrak badan belakang truk tersebut.

Andri sempat banting stir sepeda motornya ke arah kiri jalan untuk mengurangi dampak kecelakaan. Sayangnya, ia tak bisa menghindari badan belakang truk besar itu secara utuh. Salah satu jari tangannya pun menghantam badan belakang truk hingga hampir terputus.

Akibat kejadian itu, Andri langsung dilarikan ke rumah sakit. Sesampainya di sana, pihak rumah sakit menyarankan agar Andri merelakan jarinya untuk diamputasi.

Peristiwa itu bukan satu-satunya yang ia alami. Pada suatu siang di tempat kerja, salah satu bagian jemarinya harus hilang seperti dikunyah sesuatu. Jemarinya terhimpit di antara dua gerobak barang bawaan penumpang. Cekungan bekas luka permanen itu jelas terlihat di salah satu jemarinya hingga kini.

Kedua peristiwa kecelakaan yang Andri alami pernah ia laporkan ke perusahaan. Seperti menggarami air laut pada lukanya, tentu saja hasilnya adalah kesia-siaan. Andri hanya diberi uang Rp2.000.000 untuk jari yang diamputasi. Kata pihak perusahaan, “Ini dana sumbangan dari perusahaan,” ujar Andri menirukan.

Padahal, menurut Pasal 159 Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perusahaan wajib memberikan ganti rugi secara penuh apabila seorang buruhnya mengalami kecelakaan kerja yang mengakibatkan luka-luka ataupun meninggal dunia. Perusahaan wajib memberikan ganti rugi secara penuh untuk biaya pengobatan dan perawatan.

Tuntutan aksi di depan kantor pusat PT Dahlia Tama Cargo
Poster yang dibawa massa aksi saat menggeruduk kantor pusat PT Dahlia Tama Cargo, Kota Tangerang, Banten, setelah Andri dipecat sepihak, Kamis (30/1/2025)/Dok. FSPBI

Dipecat Sepihak PT Dahlia Tama Cargo

Tiga bulan setelah proses pencatatan serikat buruh yang didaftarkan Andri gagal lantaran ditolak Disnaker Sidoarjo, ia kembali mendapat kabar buruk. Bak jatuh tertimpa tangga, Andri dipecat sepihak oleh perusahaannya.

Tepat 30 Desember 2024, Andri dipanggil oleh pimpinan cabang PT Dahlia Tama Cargo untuk menghadap ke ruangannya esok hari. Pesan itu disampaikan seorang admin kantor via Whatsapp.

Andri sempat menanyakan alasan dirinya dipanggil ke ruang pimpinan. Admin kantor membalas, “Ada pemanggilan terkait (urusan) pekerjaan,” ujar Andri.

Keesokan harinya, Andri tiba di ruang kantor pimpinan cabang PT Dahlia Tama Cargo. Di sana, ia berhadapan dengan dua orang, pimpinan cabang dan HRD. Ia diberitahu, kalau kontraknya sebagai buruh porter di PT Dahlia Tama Cargo sudah tidak lagi diperpanjang. Alasannya karena tindak provokasi dan menghasut karyawan lain.

Rupanya, tuduhan itu berpusat pada aktivitasnya dalam mengumpulkan orang untuk berdiskusi untuk bersama-sama menyadari hak ketenagakerjaannya yang dirampas dan menyadari pentingnya keberadaan serikat buruh di tempat kerjanya.

“Mas, ini kan, kontrak sudah habis. Mohon maaf, Mas, tidak diperpanjang untuk kontraknya,” ujar Andri, menirukan pihak perusahaan.

Salinan kontrak yang tidak pernah ia dapatkan selama lima tahun bekerja, tiba-tiba saja muncul dihadapannya. Sialnya, pertemuan dengan selembar kertas itu ialah pertama dan terakhir kalinya.

Tak terima dengan alasan perusahaan, Andri berusaha membantah. Namun, pihak perusahaan tak mau tahu dan tetap memecat buruhnya yang sudah bekerja bertahun-tahun itu.

“Iya tau kalau berserikat itu bagus, tapi caranya Mas (Andri), yang ndak bagus,” kata Andri menirukan ucapan pihak perusahaan.

Pihak perusahaan, lanjut Andri, mengatakan bahwa upaya pendirian serikat harus melalui perizinan perusahaan, seperti membangun bangunan di bangunan milik orang lain.

“Mas (Andri) mendirikan bangunan di dalam perusahan tapi tidak izin dengan perusahan itu. Ya salah, Mas kan, mendirikan serikat apa izin kita (PT Dahlia Tama Cargo). Tidak izin kan?” ujar Andri, menirukan pihak perusahaan.

Izin membentuk serikat buruh, seperti yang disyaratkan PT Dahlia Tama Cargo kepada Andri, merupakan bentuk pelanggaran hak kebebasan berserikat bagi buruh. Hal ini tertuang dalam UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Pada Pasal 28, ditegaskan bahwa siapapun dilarang menghalang-halangi pembentukan serikat pekerja, salah satunya dengan cara melakukan PHK.

“Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta rupiah dan paling banyak Rp500 juta rupiah,” tulis Pasal 43 ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 2000.

“Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan,” tegas Pasal 43 ayat (2) UU Nomor 21 Tahun 2000.

Ada dua kemungkinan yang membuat PT Dahlia Tama Cargo mengabaikan hak para buruhnya, yaitu tak jeli dalam melihat aturan ketenagakerjaan atau mungkin hanya ingin belajar bagaimana cara perusahaan memiliki pendapatan besar. Namun yang pasti, kasus pemecatan Andri telah membuat buruh PT Dahlia Tama Cargo lainnya semakin geram dengan manajemen perusahaan.

Hal ini dibuktikan dengan digelarnya aksi solidaritas di kantor pusat PT Dahlia Tama Cargo, Kota Tangerang, Banten, pada Kamis (30/1/2025). Buruh PT Dahlia Tama Cargo bersama organisasi buruh lainnya menuntut perusahaan untuk mempekerjakan kembali Andri, merehabilitasi kerugian yang dialami Andri, dan menghormati hak kebebasan berserikat.

Aksi di depan kantor pusat PT Dahlia Tama Cargo
Massa aksi melakukan orasi dan membentangkan poster tuntutan saat menggeruduk kantor pusat PT Dahlia Tama Cargo, Kota Tangerang, Banten, Kamis (30/1/2025)/Dok. FSPBI

Namun, seperti saat proses verifikasi pencatatan SPBI-DTC, pihak perusahaan tak kunjung menemui massa aksi. Mereka justru dihadapkan dengan aparat gabungan TNI-Polri yang bersiaga di depan kantor pusat PT Dahlia Tama Cargo.

Reporter: Qanish Karamah, Ilham Hermansyah

Editor: Hastomo Dwi Putra

ARTIKEL LAINNYA

Tolak Penggusuran Lahan, Warga Padang Halaban Desak PT SMART Hormati HAM
Koalisi Buruh Sawit: Penggunaan Agrokimia di Perkebunan Sawit Racuni Buruh Perempuan
PBHI Kecam Dugaan Represi Polri terhadap Sukatani: Ciri Khas Orba
PT Duta Palma PHK Massal Buruhnya, Mangkir Saat Diajak Perundingan 

Temukan Artikel Anda!