Koalisi antara serikat buruh dan masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) menggelar aksi Peringatan Hari Buruh Sedunia (May Day) sekaligus Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2024 di Jakarta, Rabu (1/5/2024). Dalam tuntutannya, Gebrak menyoroti pelbagai masalah yang terjadi selama rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam siaran pers Gebrak yang diterima Diakronik, Selasa (30/4/2024), aksi May Day & Hardiknas 2024 mengangkat tajuk “Rezim Oligarki ‘Jokowi’ Perusak Demokrasi, Gagal Sejahterakan Rakyat, Bangun Kekuatan Politik Progresif & Rebut Kedaulatan Rakyat”.
Menurut Gebrak, kondisi demokrasi pada era Presiden Jokowi saat ini sedang tidak baik-baik saja. Hal ini terlihat mulai dari hilangnya partisipasi kaum buruh dalam penyusunan omnibus law, pendidikan yang semakin terkomersialisasi, hilangnya kekuatan suara mahasiswa dalam dunia pendidikan, hingga kasus Pemilu 2024.
“May Day dan Hardiknas harus menjadi tonggak perlawanan dan persatuan gerakan rakyat dalam membangun kekuatan politiknya yang sejati atas kondisi kelas yang tertindas dan terhisap oleh cengkraman imperialisme dan oligarki di Indonesia,” tulis Gebrak.
Salah satu masalah krusial yang disoroti adalah soal pengesahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Menurut Gebrak, kondisi pascapengesahan omnibus law ini justru semakin memperburuk kesejahteraan kaum buruh.
Omnibus law Cipta Kerja, kata Gebrak, telah menghilangkan jaminan kepastian kerja, yaitu dengan bertambahnya jangka waktu perjanjian sistem kerja kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
“Ketentuan batas waktu maksimal dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang semula (UU 13/2003) maksimal paling lama 3 tahun dengan satu kali perpanjangan kontrak 2 tahun, dengan tambahan maksimal 1 tahun, sekarang perjanjian kerja kontrak menjadi maksimal hingga 5 tahun,” tulisnya.
Dengan durasi kontrak kerja yang panjang tersebut, maka buruh semakin tidak memiliki jaminan kepastian kerjanya alias sulit diangkat menjadi pekerja tetap atau Perjanjian Waktu Kerja Tidak Tertentu (PKWTT).
Selain itu, Gebrak menilai sistem kerja alih daya atau outsourcing pascapengesahan UU Ciptaker semakin diperluas. Pasalnya, pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dilakukan dengan sistem outsourcing kini sudah dihapuskan.
Sehingga dalam prakteknya, para buruh yang bekerja di berbagai jenis pekerjaan dapat dikerjakan dengan sistem outsourcing atau alih daya.
Kemudian, Gebrak menyoroti ihwal Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang saat ini semakin dipermudah. Hal ini ditengarai dengan adanya fleksibilitas sistem kerja kontrak maupun outsourcing pasca omnibus law Cipta Kerja, di mana proses PHK bisa hanya melalui pemberitahuan pengusaha kepada buruh tanpa didahului dengan perundingan.
“Hal ini yang kemudian mengakibatkan ledakan angka buruh yang di-PHK sepanjang UU Cipta Kerja diberlakukan yang memanfaatkan mendompleng pandemic covid,” tulis Gebrak.
“Sehingga, semangat dan tujuan untuk menciptakan lapangan kerja justru kontradiktif dengan realita di lapangan, yang tentunya juga berkaitan dengan perubahan nilai pesangon yang semakin kecil,” sambungnya.
Tak hanya di sektor perburuhan, Gebrak juga menyoroti masalah yang menyelimuti sektor agraria, kelautan, lingkungan, pendidikan, serta HAM dan Demokrasi.
Di sektor agraria, letusan konflik agraria memuncak setelah adanya Proyek Strategis Nasional (PSN) ala Jokowi. Sementara di sektor kelautan, Gebrak menilik masalah eksploitasi terhadap pekerja perikanan.
Kemudian di sektor lingkungan, lanjut Gebrak, omnibus law Cipta Kerja telah mereduksi sanksi pidana menjadi sanksi administrasi terhadap pelaku kejahatan lingkungan.
Di sektor pendidikan, Gebrak melihat adanya upaya negara untuk melepaskan tanggung jawabnya melalui sistem Perguruan Tinggi Negeri-Berbadan Hukum (PTN-BH).
“Ditambah lagi, hak-hak pekerja kampus semakin dihilangkan. Mulai dari pengupahan yang jauh dari kata layak, hingga kebebasan untuk berserikat yang semakin sulit, dan kebebasan akademik dalam melakukan berbagai kajian semakin berat,” tulis Gebrak.
Atas berbagai masalah tersebut, dalam momentum May Day dan Hardiknas 2024 ini Gebrak melayangkan 21 tuntutan kepada pemerintah, di antaranya:
1. Cabut Omnibuslaw Cipta Kerja Dan PP Turunannya,
2. Stop PHK dan Pemberangusan Serikat Buruh,
3. Berlakukan Upah Layak Nasional, secara Adil dan Bermartabat, serta Cabut PP 51 Tahun 2023 Tentang Pengupahan,
4. Tolak Sistem Kerja Kontrak/Outshourcing, Sistem Kerja Magang,
5. Tolak Sistem Mitra Palsu Bagi Driver Online dan Ojek Online (Ojol),
6. Lindungi Buruh Perempuan, Stop Pelecehan dan Kekerasan ditempat Kerja,
7. Berlakukan Daycare dan Ruang Laktasi bagi Buruh Perempuan,
8. Berlakukan Cuti Ayah bagi Buruh Laki-Laki saat Istri Melahirkan,
9. Jamin dan Lindungi Hak-Hak Buruh Perkebunan Sawit, Perkebunan Tebu, Perkebunan Karet dan Sektor Perkebunan Lainnya,
10. Jamin dan lindungi Hak-Hak Buruh Migran, pekerja Kelautan, dan pekerja perikanan,
11. Jamin dan lindungi Pegawai Honorer/Pegawai PHL di Pemerintahan menjadi Pegawai Tetap Negara dengan Gaji yang Layak,
12. Stabilkan Harga-Harga beras, minyak dan Sembako lainya,
13. Tolak Kenaikan Harga BBM, Tarif Dasar Listrik (TDL), dan Tarif Jalan Tol,
14. Stop Represifitas dan Kriminalisasi terhadap aktivis gerakan rakyat
15. Wujudkan Pendidikan Gratis dan Ilmiah bagi Seluruh Rakyat,
16. Wujudkan Reforma Agraria Sejati, dan Tolak Sistem Bank Tanah,
17. Jaga Kelestarian Lingkungan Hidup, Tolak Perampasan dan Penggusuran Tanah Rakyat,
18. Bangun Industri Nasional yang Kuat dibawah Kontrol Rakyat,
19. Tegakan Demokrasi Sejati, Tolak Politik Dinasti,
20. Revisi Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Partai Politik,
21. Cabut Undang-Undang Pendidikan Bermasalah Seperti Undang-Undang Sisidiknas dan Pendidikan Pendidikan Tinggi.
Dalam aksi kali ini, Gebrak akan melakukan long march dengan titik kumpul di Jembatan Dukuh Atas, Sudirman, Jakarta Pusat pada pukul 10.00 WIB. Selanjutnya, massa aksi akan menuju Bundaran HI dan lanjut menuju Gedung ILO.
Terakhir, massa aksi akan berjalan menuju Istana Negara. Jumlah massa aksi diperkirakan sekitar 10.000 orang yang berasal dari wilayah Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.